TUGAS MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KEADAAN LINGKUNGAN TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA (TPS) DI Jl. KH. MASHKUR, DEKAT RUSUNAWA JURUG SOLO 3

Pengaruh tidak langsung

1.      Vektor penyakit
Pengaruh tidak langsung dari adanya Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) biasanya terdapat vektor pembawa bibit penyakit yang berada diantara tumpukan sampah. Beberapa jenis vektor penyakit yang biasa hidup di sampah adalah nyamuk, lalat, pinjal dan tungau. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit penting di Indonesia adalah dari genus Culex (penyebab penyakit filariasis) oleh bakteri Wolbachia pipientis, Anopheles (penyebab penyakit malaria) oleh virus Plasmodium.

Lalat yang biasa menjadi vektor adalah Musca domestica dengan membawa berbagai macam mikroorganisme seperti Salmonella thypi, Shigella sp. dan telur cacing (Ascaris lumbricoides, Enterobius vermilucaris, Trichiuris trichiura) yang mudah melekat.

Lalat yang ditemukan diatas tumpukan sampah biasanya lalat Musca domestica dan Chrysomyia megachepala. Musca domestica biasanya ditemukan di dua habitat yaitu timbunan sampah dan kandang ternak. Sedangkan untuk lalat Chrysomyia megachepala menyukai bahan sampah yang banyak mengandung protein sebagai sumber makanan dan tempat bertelurnya. Dari dua spesies lalat tersebut terdapat 4 macam bakteri yang mengkontminasi lalat tersebut, diantaranya Escherichia coli, Shigella sp, Bacillus sp. dan Salmonella sp.

2.      Air Lindi
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah yang menyebabkan tanah, air dan udara tercemar. Dekomposisi sampah organik secara aerobik menghasilkan lindi dan gas.

Lindi merupakan cairan yang mengandung zat padat terlarut sangat halus terdiri atas Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Fe2+, Cl-, SO42-, PO43-terlarut, Zn, Ni, dan gas H2S yang berbau busuk. Semua unsur, senyawa dan gas tersebut secara tidak langsung terakumulasi dan tercampur dengan air hujan dan masuk ke lapisan tanah, sehingga dapat mencemari air permukaan maupun air tanah di sekitarnya (Slamet, 1994).

Zat pencemar yang ada di dalam lindi dapat mempengaruhi kehidupan biotik yaitu menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut mengakibatkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, selanjutnya dapat mengurangi perkembangannya, bahkan dapat menyebabkan kematian. Kematian bakteri dapat menyebabkan proses penjernihan sendiri (self purification) menjadi terhambat. Akibat selanjutnya adalah air limbah akan sulit untuk diuraikan (Sugiarto, 1987).

Di samping itu air lindi memiliki pengaruh positif terhadap lingkungan. Kandungan air lindi tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan karena bahan penyusunnya sebagian besar berupa unsur hara yang dibutuhkan tanah atau tanaman. Namun konsentrasi pada awal pembentukan air lindi masih tinggi dan dapat bersifat racun. Umumnya pada TPA memiliki bak untuk mengendapkan kandungan air lindi. Air lindi yang mengalami pengendapan diduga telah menurun konsentrasinya sehingga aman untuk dialirkan kembali ke lahan. Selain itu, menurut Arifin (2006) air lindi dapat digunakan sebagai starter (bahan tambahan) untuk mempercepat dekomposisi dalam proses pengomposan bahan organik.


Iklim merupakan faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas air lindi. Hujan menjadi fase transportasi untuk infiltrasi dan migrasi kontaminan dari tumpukan sampah, serta memberikan kelembaban untuk aktivitas biologi. Umur tumpukan sampah mempengaruhi kualitas air lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan kualitas air lindi dan gas menjadi parameter utama untuk mengetahui tingkat stabilitasi tumpukan sampah. Menurut Sulinda (2004) ada lima fase stabilisasi tumpukan sampah yang ditandai dengan perubahan karakteristik air lindi, yaitu adaptasi awal, transisi, pembentukan asam, fermentasi metana dan pembentukan akhir.

Cari

Copyright Text