Adaptasi Fisiologi
Pada saat ikan sidat menyiapkan diri untuk memijah dan
bermigrasi dari perairan tawar menuju laut dalam yang jaraknya sekitar 3.000 km
terjadi perubahan pada badan yaitu diameter mata membesar. Membesarnya mata
saat memijah mencapai empat kali dari sebelumnya. Selain mata, perubahan badan
lainnya ketika akan memijah antara lain warna sirip pektoral yang makin gelap,
perubahan komposisi sel pada retina, perubahan warna badan menjadi silver,
sisik membesar, dermis menebal, densitas sel mukus meningkat terutama pada
betina, bentuk kepala agak pipih, adanya peningkatan panjang dan diameter
kapiler pada gelembung renang, peningkatan aktivitas Na+/K+-ATP ase pada
insang, usus mengalami peningkatan bobot namun jumlah lipatannya menurun, serat
otot tonus meningkat, penumpukan glikogen dalam hati dan lain- lain. Mekanisme
perubahan badan tersebut banyak melibatkan hormon-hormon dalam badan, karena
perubahan lingkungan akan mempengaruhi hipotalamus, yang seterusnya
mempengaruhi hipofisa dan organ-organ target di bawahnya.
Perkembangan gonad sidat terbagi menjadi delapan tingkatan
mulai dari gonad berbentuk benang tipis hingga berupa pita berwarna putih. Faktor
lingkungan yang dominan yang mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu, pakan,
periode cahaya, dan musim.
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap determinasi kelamin.
Pada keadaan temperatur sedang (20°C–23°C) akan menghasilkan lebih banyak
jantan sedangkan pada temperatur rendah dan tinggi akan didominasi oleh betina.
Perkembangan gonad sangat terkait dengan ketersediaan pakan, selama melakukan
migrasi ikan sidat tidak makan sehingga mempengaruhi energi untuk reproduksi.
Kondisi malnutrisi ini dapat mempengaruhi fungsi hipofisis gonadotropin yang
berakibat pada penghambatan pertumbuhan gonad. Pada kondisi ini ikan akan
memanfaatkan energi yang ada dalam badan untuk maintenance dan perkembangan
gonad. Simpanan energi dalam badan ikan berasal dari konsumsi pakan dengan
kadar lemak tinggi.
Periode pencahayaan dan musim sangat berpengaruh pada kematangan
gonad ikan sidat sub tropis. Untuk spesies tropik musim hujan dan banjir sangat
mempengaruhi kematangan gonad hal ini disebabkan oleh perubahan konsentrasi
garam-garam dalam air, dan pasokan pakan akibat banjir akan memacu perkembangan
gonad. Salinitas merupakan faktor lingkungan yang dapat menginduksi kematangan
gonad pada sidat, dengan cara menstimulasi ekskresi estradiol 17. Cahaya dan
salinitas mempengaruhi perkembangan ovarium ikan sidat pada fase yellow eel.
Pencahayaan yang diperpanjang memacu perkembangan ovarium ikan sidat dalam
lingkungan air tawar. Perkembangan ovarium meningkat pada suhu yang lebih
tinggi berkaitan
Adaptasi fisiologis, juga dilakukan oleh ikan sidat pada saat
menghadapi kondisi lingkungan yang kurang baik. Secara umum, ikan sidat lebih
tahan terhadap konsentrasi oksigen yang rendah jika dibandingkan dengan jenis
ikan lainnya. Pada kondisi “ apnoea”, yaitu keadaan di mana otot-otot
pernafasan dan alat pernafasan lainnya (insang, paru-paru) dalam kondisi
istirahat, elver (benih sidat) mampu bernapas selama 30 menit. Selama 30 menit
tersebut, elver hanya menggunakan oksigen yang tersimpan dalam darahnya, tanpa
mengambil oksigen dari luar. Kemampuan ini merupakan bukti bahwa ikan sidat
mampu hidup dalam kondisi hipoxia (kekurangan oksigen). Ikan sidat mampu
bernafas melalui permukaan kulit dan pada kondisi tertentu insang ikan sidat
juga mampu mengambil oksigen langsung dari udara.
Sidat berukuran 100 g mampu mengatur dan mengkompensasi
oksigen yang rendah, tetapi tidak tahan terhadap konsentrasi karbondioksida
yang tinggi (hypercapnia). Daya tahan yang tinggi terhadap hypoxia pada sidat
ukuran 100 g diduga mengurangi daya tahannya terhadap hypercapnia. Sedangkan
pada sidat berukuran 100–300 g, kemampun bertahan pada kondisi hypoxia juga
diimbangi dengan kemampuan bertahan dalam kondisi hypercapnia. Ikan sidat
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap suhu hal ini disebabkan karena secara
alami ikan yang melakukan aktivitas migrasi memiliki toleransi yang luas
terhadap suhu dan salinitas. Daya toleransi terhadap suhu juga akan meningkat
sejalan dengan bertambahnya ukuran badan ikan. Glass eel (larva sidat) spesies
Anguilla australis mampu hidup pada suhu 28°C, elver 30,5°C–38,1°C dan sidat
dewasa 39,7°C. Ikan sidat tropis ( A.
bicolor, A. marmorata )
kemungkinan besar mempunyai toleransi terhadap suhu yang lebih tinggi dari A.
austra- lis.
Ikan sidat dalam beberapa stadia hidupnya akan melakukan
adaptasi terhadap salinitas. Stadia glass eel (larva) lebih menyukai air laut
dan bersifat osmoregulator kuat. Sedangkan elver (benih sidat) yang sudah
mengalami pigmentasi penuh lebih menyukasi perairan tawar.
Salinitas media pemeliharaan juga mempengaruhi respons ikan
sidat terhadap tekanan lingkungan. Glass eel A. anguilla yang dipelihara di air tawar dan mampu hidup 60 hari
tanpa makan sedikitpun. Pada salinitas 10 dan 20 ppt, glass eel mampu berpuasa
37 dan 35 hari. Dengan demikian, salinitas mampu meningkatkan daya tahan glass
eel terhadap kelangkaan makanan. Glass eel yang sedang bermetamorfosa ke stadia
elver lebih tahan terhadap kelaparan jika berada di perairan tawar daripada
periaran payau. Ketahanan terhadap kelaparan diduga berhubungan dengan
kapasitas ikan sidat dalam melakukan proses osmoregulasi dan penurunan konsumsi
energi untuk proses metabolisme.
Sumber :