Lahan pasang
surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal
masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan
teknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara
pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan
air di lahan pasang surut. Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan
pasang surut ini berkaitan dengan:
• Tanah
sulfat masam dengan senyawa piritnya
• Tanah
gambut
• Air
pasang besar dan kecil
• Kedalaman
air tanah
• Kkemasaman
air yang menggenangi lahan.
Pengelolaan
tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usahatani. Dengan upaya yang
sungguh – sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan
masyarakat luas.
Tujuan pengelolaan lahan
• Mengatur
pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal
• Mendapatkan
hasil maksimal
• Mempertahankan
kelestarian sumber daya lahan Langkah tersebut ditujukan untuk penguasaan air
yang diarahkan untuk:
• Memanfaatkan
air pasang untuk pengairan
• Mencegah
akumulasi garam yang dapat mengganggu pertanaman
• Mencuci
zat-zat beracun
• Mengatur
tinggi genangan untuk persawahan
• Mempertahankan
permukaan air tanah tetap di atas lapisan pirit
• Menghindari
kematian gambut atau kering tak balik
• Mencegah
penurunan permukaan tanah yang terlalu cepat di lahan gambut
Sifat tanah
Pirit
Pirit adalah zat
yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk
pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada
saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman.
Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat
besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman.
Pirit dapat
terkena udara apabila:
• Tanah
pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat
saluran, atau membuat surjan).
• Permukaan
air tanah turun (misalnya pada musim kemarau).
Gejala keracunan
zat besi pada tanaman:
• Daun
tanaman menguning jingga
• Pucuk
daun mengering
• Tanamannya
kerdil
• Hasil
tanaman rendah.
Ciri-ciri
tingginya kadar besi dalam tanah:
• Tampak
gejala keracunan besi pada tanaman
• Ada
lapisan seperti minyak di permukaan air
• Ada
lapisan merah di pinggiran saluran.
Belerang
menyebabkan air tanah menjadi asam, bahkan lebih asam daripada cuka. Akibat
yang ditimbulkan adalah:
• Tanaman
mudah terserang penyakit
• Hasil
panen rendah
• Tanaman
lebih mudah kena keracunan besi.
Tingkat
kemasaman tanah diukur dengan angka pH. Makin rendah angka pH, makin asam air
atau tanahnya. Tanaman padi menyukai pH antara 5-6 dan padi tidak dapat hidup
jika berada pada pH di bawah 3.
Mengenal adanya pirit dalam tanah
Pirit di dalam
tanah dapat ditandai dengan:
• Adanya
rumput purun atau rumput bulu babi, menunjukkan ada pirit di dalam tanah yang
telah mengalami kekeringan dan menimbulkan zat besi dan asam belerang.
• Bongkah
tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran atau jalan, menunjukkan adanya
pirit yang berubah warna menjadi kuning setelah terkena udara.
• Adanya
sisa-sisa kulit atau ranting kayu yang hitam seperti arang dalam tanah.
Biasanya di sekitamya ada becak kuning jerami.
• Tanah
berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air
di tanah tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti
dengan air baru dari air hujan atau saluran.
Mengukur kedalaman pirit
Kedalaman pirit
diukur dengan cara berikut ini:
• Gali
lubang sedalam 75 cm atau lebih.
• Ambillah
gumpalan tanah mulai dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, dan seterusnya sampai
ke bagian bawah.
• Gumpalan
tanah tersebut ditandai dan dicatat sesuai dengan asal kedalaman.
• Setiap
gumpalan tanah ditetesi air peroksida. Bila keluar buih meledak-ledak
menunjukkan adanya pirit dalam tanah tersebut.
• Cara
lain dengan menyimpan gumpalan tanah tadi di tempat teduh. Diamati setelah 3
minggu, jika ada becak warna kuning jerami, maka tanah tersebut mengandung
pirit. Cara ini diulang sedikitnya di 20 tempat untuk setiap hektar lahan, guna
memastikan kedalaman piritnya. Sehingga sewaktu mengolah tanah, pirit tidak
teroksidasi, karena dapat meracuni tanaman.
Sumber :