Gejolak yang muncul akibat keputusan pemerintah
menaikkan harga BBM memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesai
sangat tergantung pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber
energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah
dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi
terbarukan sebesar 311.232 MW, namun kurang lebih hanya 22% yang dimanfaatkan.
Masyarakat Indonesia terlena dengan harga BBM yang murah, sehingga lupa untuk
memanfaatkan dan mengembangkan sumber energi alternatif yang dapat
diperbaharui. Sumber energi terbarukan yang tersedia antara lain bersumber dari
tenaga air ( hydro ), panas bumi, energi cahaya, energi angin, dan
biomassa.
Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum banyak
dimanfaatkan adalah energi dari biomassa. Potensi energi biomassa sebesar 50
000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari seluruh
potensi yang ada. Potensi biomassa di Indonesia bersumber dari produk samping
sawit, penggilingan padi, kayu, polywood, pabrik gula, kakao, dan limbah
industri pertanian lainnya.
Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude
palm oil (CPO) menghasilkan biomassa produk samping yang jumlahnya sangat
besar. Tahun 2004 volumen produk samping sawit sebesar 12 365 juta ton tandan
kosong kelapa sawit (TKKS), 10 215 juta ton cangkang dan serat, dan 32 257 – 37
633 juta ton limbah cair ( Palm Oil Mill Effluent /POME). Jumlah ini
akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia. Produksi TBS
Indonesia di tahun 2004 mencapai 53 762 juta ton dan pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 64 000 juta ton.
Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan
biogas. Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih
adalah sebesar 1075 juta m 3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas
rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m 3 (20–24 MJ/m 3 ). Dengan nilai
kalor tersebut 1075 juta m 3 biogas akan setara dengan 516 _ 000 ton gas LPG,
559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik.
TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya
lebih sulit daripada biogas dari limbah cair.
Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk
samping sawit yang lain dapat dilihat dari nilai energi panas (calorific value
). Nilai energi panas untuk masing-masing produk samping sawit adalah 20
093 kJ/kg cangkang, 19 055 kJ/kg serat, 18 795 kJ/kg TKKS, 17 471 kJ/kg batang,
dan 15 719 kJ/kg pelepah.
Cangkang dan serat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam PKS. Cangkan dan serat digunakan sebagai bahan bakar
boiler untuk memenuhi kebutuhan steam (uap panas) dan listrik. Potensi
energi dari seluruh cangkang dan serat di tahun 2004 adalah sebesar 6 451 juta
MW.
TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai
bahan bakar generator listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200000 ton
TBS/tahun akan menghasilkan sebanyak 44000 ton TKKS (kadar air 65%)/tahun.
Nilai kalor ( heating value ) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan
efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan
2.3 MWe ( megawatt-electric ). Total TKKS sebanyak 12365 juta ton di
tahun 2004 berpotensi menghasilkan energi sebesar 23463.5 juta MWe.
Potensi Kelapa Sawit
Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan
produk samping sawit sebagi sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan
salah satu komoditi yang mengalami pertumbuhan sangat pesat.
Pada periode tahun 1980-an hingga pertengahan tahun
1990-an luas areal kebun meningkat dengan laju 11% per tahun. Sejalan dengan
luas area produksi CPO juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Sampai dengan
tahun 2010 produksi CPO diperkirakan meningkat dengan laju 5-6% per tahun,
sedang untuk periode 2010 – 2020 pertumbuhan produksi berkisar antara 2% - 4%.
Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber
energi alternatif memiliki beberapa kelebihan. Pertama, sumber energi
tersebut merupakan sumber energi yang bersifat renewable sehingga bisa
menjamin kesinambungan produksi. Kedua, Indonesia merupakan produsen
utama minyak sawit sehingga ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri
ini berbasis produksi dalam negeri.
Ketiga, pengembangan alternatif tersebut merupakan proses
produksi yang ramah lingkungan. Keempat, upaya tersebut juga merupakan
salah satu bentuk optimasi pemanfaatan sumberdaya untuk meningkatkan nilai
tambah.
Sejarah Energi Alternatif Indonesia
Indonesia relatif tertinggal dalam mengembangkan
teknologi energi alternatif dari produk samping sawit dibandingkan dengan
beberapa negara tetangga. Sejak tahun 2001 Malaysia melaksanakan program
pengembangan energi terbarukan yang disebut dengan Small Renewable Energy
Programe ( SREP ). Salah satu energi terbarukan
yang dikembangkan dalam program SREP ini adalah pengembangan biogas dari POME.
Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn. Bhd. adalah salah satu perusahaan di Malaysia
yang melaksanakan proyek untuk mengembangkan pabrik produksi biogas dari POME.
Bekerjasama dengan Malaysia bekerjasama dengan COGEN mengembangkan teknologi
generator listrik dengan bahan bakar produk samping sawit. Proyek pemanfaatan
produk samping sawit sebagai bahan bakar listrik dilaksanakan oleh TSH Bio
Energy Sdn Bhn di Sabah, Malaysia . Kapasitas listrik yang dihasilkan adalah
sebesar 14 MW.
Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang
Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi
terbarukan. Pada tahun 2002 sangat gencar dikampanyekan penggunaan gas pada
kendaraan bermontor. Namun, kemudian tak terdengar lagi kabarnya sekarang.
Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $US
500.000 dollar dari ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi
terbarukan dari limbah cair kelapa sawit.
Teknologi yang sudah berhasil dikembangkan di
Indonesia adalah pembuatan briket arang dari cangkang dan serat sawit. Produk
briket yang dihasilkan telah memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI).
Kelebihan lainnya dari briket ini adalah permukaanya halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan.
Pengembangan biomassa kelapa sawit sebagai sumber
energi alternatif yang terbarukan harus dibarengi dengan pengembangan
teknologi-tenologi lainnya. Misalnya adalah pengembangan kendaraan berbahan
bakar gas dan listrik. Selain bersifat terbarukan ( renewable )
penggunaan bahan bakar gas dan listrik lebih ramah lingkungan dari pada BBM.
Teknologi ini sudah banyak dipakai di negara-negara Eropa, seperti Jerman,
Autria, dan Amerika. Bahkan di India sudah banyak bis-bis kota yang berbahan
bakar gas.
Belajar dari pengalaman tahun 2002, jangan terulang
lagi kampanye bahan bakar gas yang hanya sesaat. Pengembangan energi alternatif
dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui adalah suatu keharusan. Kesungguhan
dan keseriusan pemerintahan SBY dalam hal ini sangat diharapkan.
Tabel 1. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Sumber
|
Potensi (MW)
|
Kapasitas Terpasang (MW)
|
Pemanfaatan (%)
|
Large Hydro
|
75 000
|
4 200
|
5.600
|
Biomassa
|
50 000
|
302
|
0.604
|
Geothermal
|
20 000
|
812
|
4.060
|
Mini/mikro hydro
|
459
|
54
|
11.764
|
Energi Cahaya (Solar)
|
15 6487
|
5
|
3.19 X 10 -3
|
Energi Angin
|
9 286
|
0.50
|
5.38 X 10 -3
|
Total
|
311 232
|
5 373.5
|
22.03
|
Sumber :