Fisiologi Udang


Secara umum udang mempunyai sifat-sifat dan tingkah laku tertentu. Berikut ini merupakan sifat dan tingkah laku udang yaitu sebagai berikut :

Sifat Nokturnal

Secara alami udang merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam substrat atau lumpur. Udang memiliki mata yang besar dan bersifat seperti lapisan pemantul cahaya, fakta yang menguatkan dugaan bahwa udang bersifat nokturnal dimana udang lebih suka muncul pada malam hari.

Pergantian Kulit (Molting)

Udang mempunyai kerangka luar yang tidak elastis, karena itu jika tumbuh maka ia harus membuang kerangka luarnya, dan menggantinya dengan kerangka baru. Proses pergantian kulit berlangsung secara priodik, dan lebih sering pada saat udang menjelang dewasa. Kulit luar udang tersusun dari unsur-unsur kalsium atau kapur. Karena itu pada saat pergantian kulit, ketersediaan unsur kalsium di perairan tersebut akan mendukung sekali kehidupan udang, terutama bagi udang muda yang mengalami proses pertumbuhan.

Proses molting ini menghasilkan peningkatan ukuran tubuh (pertumbuhan) secara berkala. Ketika molting, tubuh udang menyerap air dan bertambah besar, terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran tubuh udang tetap sampai pada siklus molting berikutnya.

Pada peristiwa pergantian kulit ini, proses biokimia yang terjadi, yaitu pengeluaran (ekskresi) dan penyerapan (absorbsi) kalsium dari tubuh hewan. Kulit baru yang terbentuk berwarna pucat dan setelah 2-3 hari kemudian barulah warna semula kembali, sebabnya adalah berubahnya kualitas air ataupun karena makanan serta proses pengeluaran zat tertentu di tubuh.

Kanibalisme

Udang suka menyerang sesamanya, udang sehat akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat molting atau udang sakit. Sifat kanibal akan muncul terutama bila udang tersebut dalam keadaan kurang pakan dan padat tebar tinggi.

Dalam kondisi molting, udang sangat rentan terhadap serangan udang-udang lainnya, karena disamping kondisinya masih sangat lemah, kulit luarnya belum mengeras, udang pada saat molting mengeluarkan cairan molting yang mengandung asam amino, enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton yang baunya sangat merangsang nafsu makan udang. Hal tersebut bisa membangkitkan sifat kanibalisme udang yang sehat.

Tingkah Laku Makan

Udang hidup dan mencari makan di dasar perairan (benthic). Udang merupakan hewan pemakan lambat dan terus-menerus. Udang termasuk golongan omnivora ataupun pemakan segalanya. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polichaeta, larva kerang dan lumut. Untuk mendeteksi sumber pakan, udang berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit.

Pertumbuhan

Udang akan tumbuh setelah ganti kulit (moulting). Kondisi udang pada saat tersebut lemah dan kulit dalam keadaan belum mengeras serta selama proses moulting udang menyerap Kalsium dan Magnesium. Kandungan zat tersebut sangat dibutuhkan dalam jumlah yang tinggi. Pergantian kulit ini merupakan indikator terjadinya pertumbuhan. Selama udang berganti kulit biasanya udang tidak bernafsu makan, udang tidak banyak bergerak dan dalam kondisi yang lemah.

Ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada Udang , yaitu faktor fisika, faktor kimia dan faktor biologi.

Faktor Fisika

Suhu

Suhu kolam air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran air dan serta kedalaman air. Peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2, CH4. Selain itu, peningkatan suhu perairan sebesar 100°C akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh mikroorganisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat.

Suhu merupakan salah satu faktor fisik yang amat penting. Suhu berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan udang. Udang  cocok pada suhu antara 20-30°C. Lebih lanjut Mujiman dan Suhu optimal untuk pemeliharaan udang  adalah antara 28-30°C. Suhu air dibawah 13°C atau diatas 33°C akan menyebabkan naiknya angka kematian hampir mencapai 90%.

Kecerahan

Faktor yang menentukan kecerahan suatu perairan adalah cahaya dan partikel-partikel koloid serta jasad renik dalam perairan. Cahaya yang dimaksud adalah cahaya matahari. Cahaya yang jatuh ke kolom air sebagian dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan ke dalam air.

Kecerahan air dipengaruhi oleh adanya bahan-bahan yang melayang dalam air, misalnya plankton, jasad renik, detritus, maupun lumpur dan pasir. Bila kecerahan (angka secchi disk) menunjukkan 25-45 cm berarti cukup baik keadaanya. Akan tetapi bila kurang dari 25 cm, berarti fitoplankton terlalu padat, maka perlu adanya pergantian air 1/3 sampai ½ volume air dengan air yang bersih atau jernih.

Faktor Kimia

Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi semua ion-ion terlarut dalam air (chlorida, carbonat, dan bicarbonat, sulfat, natrium, calsium dan magnesium). Bagi pertumbuhan udang, salinitas ini sangat berpengaruh, walau udang  bersifat euryhaline. Konsentrasi salinitas sangat berpengaruh terhadap proses osmoregolasi yaitu upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika kondisi salinitas berfluktuasi maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk metabolisme. Metabolisme yang dilakukan merupakan bentuk adaptasi.

Udang  dapat hidup pada salinitas di bawah 10‰ dan paling rendah dapat hidup pada salinitas 2‰. udang  dapat hidup sampai 50‰ asalkan perubahan tersebut berlangsung secara bertahap. Umumnya organisme akuatik dapat menyesuaikan diri dengan perubahan salinitas dari yang tinggi sampai ke yang paling rendah, asalkan perubahan tersebut berlangsung secara perlahan-lahan. Salinitas air yang optimal bagi udang  untuk hidup normal dan tumbuh baik ialah pada kisaran 15-30‰. Dengan kondisi salinitas yang optimal ini udang dapat tumbuh dengan baik.

Kisaran salinitas yang rendah berbahaya karena dapat menurunkan oksigen, selain itu dapat menyebabkan tipisnya kulit udang. Salinitas yang tinggi (> 35) dapat menyebabkan pertumbuhan udang terhambat. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan sistem tandon yang tertutup agar salinitas tidak tercampur dari saluran umum, selain itu dilakukan pergantian air.

Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH suatu perairan akan dapat menunjukkan apakah air bereaksi asam atau basa. Besar kecilnya nilai pH akan berpengaruh terhadap interaksi dengan beberapa variabel seperti amoniak, hidrogen sulfida, klorin dan logam. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas.

Pada perairan laut karbondioksida terdapat dalam jumlah yang banyak, sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3) yang dihasilkan karena reaksi dengan H2O. Asam karbonat ini selanjutnya terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat, kemudian ion bikarbonat terdisosiasi lagi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat. Sistem karbondioksida-asam karbonat –ion bikarbonat merupakan sistem kimia yang komplek yang cenderung berada dalam keseimbangan. Hal inilah yang menyebabkan air laut bersifat buffer yaitu dapat mempertahankan pH dalam kisaran yang sempit antara 7,5-8,4.

Alkalinitas

Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkaline) yang terkandung dalam air yang dapat ditentukan dengan titrasi asam kuat (H2SO4 atau HCl) sampai pH tertentu. Alkalinitas juga dapat diartikan sebagai Daya Menggabung Asam (DMA) yang artinya kemampuan air dalam menyerap asam. Garam-garam asam ini berasal dari kation dapat bereaksi dengan karboat (CO32-), bikarbonat (HCO3) atau hidroksil (OH-), daya mengapung garam basa ini berasal dari kation Ca++, Mg++, Na++, K+, NH4+, Fe2. Alkalinitas diukur dengan berdasarkan jumlah senyawa karbonat dan bikarbonat yang ada dalam air.

Fungsi dari alkalinitas dapat juga sebagai penetral asam, atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga dapat dikatakan sebagai buffer terhadap perubahan pH air. Satuan alkalinitas mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas yang baik untuk udang berkisar antara 90-130 mg Ca/l.

Nitrit (NO2)

Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, nitrit banyak dijumpai diperairan alami jika perairan tersebut banyak pencemarnya. Senyawa nitrit yang terdapat dalam air merupakan hasil reduksi senyawa nitrat atau oksidasi amoniak oleh mikroorganisme. Nitrit merupakan bagian dari proses nitrifikasi yaitu dari amonium yang bereaksi dengan hidrogen akan menjadi nitrit, melalui bakteri Nitrosomonas dirubah menjadi nitrat. Selain bagian dari proses nitrifikasi, nitrit juga merupakan bagian dari proses denitrifikasi yaitu setelah nitrit menjadi nitrat dalam keadaan anaerob akan dirubah menjadi nitrit lagi oleh bakteri Nitrobacter.

Kadar nitrit dalam perairan untuk budidaya udang  pada titik amannya sekitar 0,1 mg/l. Apabila melebihi ukuran tersebut pertumbuhan udang dapat terganggu bahkan udang yang kita budidayakan akan mengalami kematian. Salah satu dampak yang disebabkan oleh nitrit bila dalam keadaan pH rendah adalah teracuninya darah dalam tubuh biota atau sering disebut dengan penyakit darah coklat (Brown-blood desease). Kondisi ini terjadi bila pH rendah sehingga nitrit masuk dalam aliran darah, selanjutnya mengoksidasi besi (Fe) di dalam sel darah merah. Oksidasi ini menghasilkan methemoglobin yang dicirikan dengan warna coklat dalam darah. Jika konsentrasi methemoglobin melebihi 20% dari total sel darah merah akan menyebabkan penyakit darah coklat (Brown-blood desease).

Potensial redoks

Potensial redoks dapat dijadikan parameter kualitas sedimen. Nilai redok potensial paling baik untuk tanah dasar tambak adalah bernilai positif. Potensial redoks menggambarkan jumlah senyawa yang potensial teroksidasi atau tereduksi. Dalam prosesnya sangat tergantung pada oksigen yang terdapat dalam air atau tanah. Menurunnya nilai redok berarti oksigen dalam air banyak dipakai sedimen dalam melakukan reduksi. Bahwa nilai redok negatif menunjukkan banyak oksigen yang terserap oleh sedimen. Banyaknya oksigen yang terserap oleh sedimen menyebabkan perairan menjadi miskin akan oksigen.

Penentuan nilai redok tanah dasar dapat menggunakan redok potensiometer atau milivolmeter. Sedimen yang basah diambil dengan pvc core sampler, kemudian elektroda milivolmeter ditancapkan dalam lapisan tertentu pada sedimen yang ingin diukur.

Logam Berat

Terdapat 3 macam logam berat yang berpengaruh dalam budidaya udang antara lain; cadmium (Cd), merkuri (Hg) dan timbal (Pb). Logam berat dalam media budidaya udang dapat berpengaruh terhadap kesehatan udang itu sendiri dan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Sebagai contoh cadmium pada konsentrasi 0,5-0,75 mg/l dalam air dapat menyebabkan nekrosa insang. Sedangkan untuk manusia dapat keracunan karena mengkonsumsi udang yang terkontaminasi oleh (Hg).

Faktor yang mempengaruhi kekuatan racun logam berat terhadap udang dan organisme laut antara lain :
  • Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut dalam air
  • Pengaruh interaksi diantara logam dan jenis racun lainnya
  • Pengaruh lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, dan DO
  • Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk
  • Kemampuan hewan untuk beradaptasi dengan racun.

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g/cm3. Sebenarnya logam berat di alam dibutuhkan oleh biota untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pencemaran yang disebabkan oleh manusia menyebabkan kadar logam berat menjadi tinggi, sehingga kadar logam berat yang semula sangat bermanfaat bagi organisme hidup menjadi berbahaya manakala kadarnya tinggi.

Faktor Biologi

Plankton

Plankton dalam perikanan sangat penting karena merupkan pakan alami bagi biota yang dipelihara dan penghasil oksigen. Plankton dibagi menjadi dua bagian yaitu fitoplankton dan zooplankton.

Fitoplankton yang terdapat dalam tambak udang merupakan pengaruh dari penyuburan atau proses pemupukan. Ada beberapa jenis phytoplankton yang berbahaya bagi kehidupan biota pemeliharaan. Fitoplankton tersebut antara lain ; prymnesiophytes, blue-green algae, dinoflagellates, diatoms dan chloromonads. Fitoplankton yang berbahaya bagi biota pemeliharaan antara lain ; Gymnodinium brevis, Gonyaulax xantanella, dan Microcystis.

Zooplankton atau plankton yang bersifat hewani adalah plankton yang tidak mempunyai klorofil dalam tubuhnya. Dalam kolam yang subur maupun tidak subur didominasi zooplankton jenis krustase kecil (microcrustaceans) dan rotifer. Golongan microcrustacean antara lain ; Bosmina, Cyclops, Chydorus, dan Dhiaphanosoma. Untuk golongan rotifer antara lain Polyarthra, Keratella dan Brachionus.
Plankton dalam hal ini fitoplankton berpengaruh terhadap kualitas air. Salah satu contoh adalah DO, DO dapat tersuplai pada siang hari melalui proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari terjadi penurunan kadar DO yang disebabkan oleh proses respirasi. Oleh sebab itu kepadatan populasi fitoplankton perlu dikontrol agar terjadi keseimbangan dampak yang diakibatkan.

Bakteri

Penyakit dalam budidaya udang dapat disebabkan oleh mikroba, protozoa, cacing parasit dan beberapa penyebab yang lainnya. Salah satu contoh penyebab penyakit yang disebabkan oleh mikroba adalah bakteri. Bakteri yang menyerang badan dan darah udang akan menyebabkan aktivitas yang abnormal dan pertumbuhan yang lambat. Bakteri penyebab penyakit pada budidaya udang di tambak sebagian besar didominasi oleh genus Vibrio sp. dengan kepadatan total sekitar 104 cfu/ml.

Terdapat beberapa contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain ; insang hitam dan ekor busuk. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan perlakuan dengan pemberian obat K-3 Mycin 2 kg/ha untuk 2-3 hari barturut-turut, bubuk antoks 1 kg/ha selama 5 hari berturut-turut. Langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan pergantian air sekitar 30-50%, kemudian pemberian 250 kg/ha Daimetin setelah pemberian obat-obatan tersebut diatas.

Tidak semua bakteri dapat merugikan bagi kehidupan khususnya di bidang akuakultur. Bakteri juga dapat digunakan sebagai probiotik. Dalam akuakultur probiotik dapat berasal dari bakteri, yeast, mikroalgae serta bakteriofage. Dalam kegiatan pembesaran udang, peran bakteri tidak langsung terhadap biota yang dipelihara, melainkan bakteri digunakan dalam memperbaiki lingkungan yang rusak atau tercemar (bioremidiasi). Salah satu bentuk pemanfaatan bakteri dalam probiotik adalah penggunaan bakteri fotosintetik anoksigenik (BFA). Bakteri kelompok ini dapat memanfaatkan senyawa organik maupun anorganik dalam proses fotosintesis sebagai donor elektronnya, misalnya H2S sehingga akan dihasilkan sulfur atau bukan oksigen sebagai hasil sampingnya. Proses ini biasanya terjadi pada perairan yang masih terdapat sinar matahari dan terdapat CO2.

CO2 + H2S cahaya (CH2O) + H2O + 2 S

Pada reaksi diatas dapat dilihat bahwa dengan pemanfaatan bakteri kelompok BFA dapat membantu dalam memperbaiki kualitas air yaitu terurainya H2S gas beracun. Salah satu jenis bakteri kelompok BFA adalah Rhodobakter sp.

Sistem Pencernaan, Makanan dan Kebiasaan Makan Udang

Udang  memiliki sistem pencernaan yang relatif sederhana. Saluran pencernaan udang  terdiri atas mulut, oesophagus, perut, usus, dan anus. Pada bagian mulut udang dilengkapi dengan sepasang mandibula yang berfungsi sebagai penghancur makanan, serta maxilla 1-2, maxilliped 1-2 dan 3 yang semuanya berfungsi untuk memegang dan menseleksi makanan.

Oesophagus pada udang umumnya pendek dan tidak banyak tegak lurus dengan proventriculus. Pada bagian dalam proventriculus dilengkapi dengan lapisan chitin. Proventriculus terdiri dari dua ruangan yang dipisahkan oleh cardiac ossicle yang juga berfungsi sebagai tempat penghancuran makanan. Dari proventriculus makanan melewati usus dan disini mengalami penyerapan sari-sari makanan. Sisa-sisa makanan selanjutnya dibuang melalui anus.

Makanan udang  terdiri dari jenis Crustacea tingkat rendah (kepiting dan udang kecil) dan molusca sekitar 85%. Sisanya terdiri dari anelida 15% yang terdapat pada saluran pencernaan makanannya. Udang  melebihi predator makro invertebrata dasar yang bergerak lambat dari pada mengaduk sampah atau berkesempatan dalam kebiasaan mencari makan. Kebiasaan makan timbul pada saat pasang datang.

Udang bersifat omnivora, juga pemakan detritus dan sisa-sisa organik lainnya, baik nabati maupun hewani. Berdasarkan penelitian, di alam udang memang mempunyai sifat pemakan segala. Kalau diperhatikan makanan udang  dapat berbeda-beda berdasarkan ukuran dan tingkatan dari udang itu sendiri, yaitu :
  • Tingkat Nauplius, belum memerlukan makanan dari luar, karena masih mempunyai kantong kuning telur.
  • Tingkat Zoea, sudah mulai memakan plankton, karena saluran makanan telah berkembang sempurna.
  • Tingkat Mysis, mulai menggemari makan zooplankton dan mulai bersifat carnivora.
  • Tingkat Post larva, sifatnya sudah mulai senang tinggal di dasar media tempat hidupnya dan masih senang memakan detritus serta sisa-sisa mikroorganisme yang terdapat di dasar perairan.

Di alam umumnya udang aktif bergerak mencari makan pada malam hari, oleh karena itu maka udang dimasukkan dalam kelompok hewan Nocturnal. Aktivitas makan dan jenis makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang . Nutrisi yang tidak baik mencegah pematangan gonada udang, dan juga mungkin mempengaruhi kemampuan hidup lama. Mengemukakan bahwa aktivitas udang  dipengaruhi oleh intensitas cahaya, Diketahui bahwa hampir setiap saat udang  memakan makanan yang diberikan. Akan tetapi makannya akan meningkat sejalan dengan menurunnya intensitas cahaya. Aktifitas makan udang  dewasa yang paling tinggi terjadi pada malam hari sekitar pukul 19.00.

Sumber :



Cari

Copyright Text