Adaptasi Morfologi Udang
Banyak makhluk hidup yang
menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan cara menyesuaikan bentuk tubuhnya
terhadap lingkungan. Salah satu organisme tersebut adalah udang. Dimana udang
mempunyai kulit (cangkang keras) yang terbuat dari kitin, adakalanya berduri,
tebal. Dengan cangkang yang keras yang dimiliki udang, tidak disukai oleh hewan
predator. Hal itu disebabkan karena adanya endapan kalsium karbonat pada
kutikula.
Bentuk adaptasi lainnya yaitu
terdapat lima pasang kaki jalan (pereopoda), dimana pada kaki jalan pertama,
kedua dan ketiga bercapit yang dinamakan chela dan berfingsi untuk mengambil
makanan atau menangkap mangsanya.
Sedangkan pada bagian abdomen,
terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas pertama
sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami
perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas terdapat
ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Dengan perubahan
kaki renang ke enam tersebut maka membuat udang berenang dengan cepat.
Bahkan terdapat udang (Cave
Crayfish) yang hidup di dalam gua-gua yang dalam dan gelap. Hampir tidak ada
cahaya yang mampu menembus tempat hidup mahluk ini. Lingkungan yang tampa
cahaya, membuat mahluk yan hidup di lubang yang dalam dan gelap di perut bumi
ini mampu beradaptasi denga Tanpa mata, tanpa pigmen, membuat mahluk ini memiliki
kulit yang tembus pandang.
Adaptasi Fisiologi Udang
Daya tahan hidup udang
dipengaruhi oleh olah keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air
lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme
osmoregulasi.
Udang yang hidup di air laut
memiliki pola regulasi yang sama dengan teleostei laut, yaitu regulasi
hiposmotik. Hewan yang hiposmotik terhadap medianya mengalami masalah
dehidrasi, karena tekanan osmotik di dalam tubuh lebih kecil dari lingkungannya
sehingga air cenderung keluar ke lingkungannya. Masalah lainnya adalah
garam-garam dan ion-ion akan cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi
karena lebih besar konsentrasinya di luar tubuh. Salah satu adaptasi udang
dalam mengatasi masalah dehidrasi adalah kurang permeabilitas air, sehingga
dapat membatasi air yang keluar secara pasif. Adaptasi lainnya adalah dengan
meminum air dari medianya, baik secara oral maupun anal (contoh: artemia). Air
kemudian diserap di usus. Untuk mengatasi kelebihan garam dan ion yang masuk
secara difusi, NaCl secara aktif dipompa keluar dari tubuh melalui insang.
Adaptasi fisiologi lainnya yaitu
dimana udang yang hidup di laut selalu mengeluarkan urine yang lebih pekat
dibandingkan dengan udang yang hidup di air tawar, hal ini dikarenakan kadar
garam air laut lebih tinggi dari pada kadar garam air tawar. Tingginya kadar
garam menyebabkan udang kekurangan air sehingga udang harus banyak minum.
Akibatnya, kadar garam dalam darahnya menjadi tinggi sehingga untuk mengurangi
kepekatan cairan dalam tubuhnya, udang akan selalu mengeluarkan urine yang
pekat.
Adaptasi Tingkah Laku Udang
Salah satu adaptasi tingkah laku
udang yaitu adaptasi terhadap cahaya atau bersifat fototaksis negatif (menjauhi
cahaya) atau kesukaannya terhadap cahaya sangat kurang. Sehingga udang selalu
aktif pada malam hari (Nokturnal) untuk mencari makan, sedangkan pada siang
hari sebagian dari mereka bersembunyi di dasar perairan sehingga dapat
terhindar dari kejaran predator.
Adaptasi lainnya yaitu pada saat
udang merasa terganggu udang akan melompat sejauh 20-30 cm untuk menghindar
dari gangguan.
Sifat dan Tingkah Laku Udang
Secara umum udang mempunyai sifat
dan tingkah laku tertentu, antara lain udang lebih aktif mencari makan pada
malam hari daripada siang hari (nocturnal). Karena itu, penambahan makan
tambahan pada malam hari penting bagi udang. Udang juga terkenal dengan sifatnya
yang rakus, hal ini erat kaitannya dengan system pencernaannya, dimana udang
memiliki usus yang tidak terlalu panjang, sehingga proses pencernaan makanan
cepat sekali berlangsung dan perut cepat sekali kosong. Karena itu, perlu
diusahakan ketersediaan makanan terus-menerus di dalam tambak, baik dalam
jumlah maupun mutu yang memadai. Erat pula kaitannya dengan sifat kanibalistis
udang yang sering muncul saat udang terasa lapar. Sifat ini muncul saat udang
berada pada fase myses.
Proses pergantian kulit itu
sendiri merupakan bagian dari kehidupan udang. Udang mempunyai kerangka luar
yang tidak elastis, karena itu jika tumbuh maka ia harus membuang kerangka
luarnya, dan menggantinya dengan kerangka baru. Pada saat proses pergantian
kerangka baru inilah udang tumbuh dengan pesatnya, dengan menyerap air lebih
banyak sampai kulit luar baru mengeras. Proses pergantian kulit ini berlangsung
secara priodik, dan lebih sering pada saat udang menjelang dewasa.
Kulit luar udang tersusun dari
unsur-unsur kalsium atau kapur. Karena itu pada saat pergantian kulit,
ketersediaan unsur kalsium di perairan tersebut akan mendukung sekali kehidupan
udang, terutama bagi udang muda yang mengalami proses pertumbuhan. Udang windu
dapat berkembang hingga mencapai 34 cm dengan berat 270 gram, sedangkan udang
putih bisa mencapai panjang 25 cm.
Berdasarkan kebiasaan makan,
udang dapat dikelompokkan dalam golongan hewan pemakan semua (omnivora). Pada
awal fase kehidupannya, yaitu pada saat persediaan kuning telur habis, udang
mulai mencari makanan alami berupa plankton nabati Skeletonema, Amphora,
Navicula, Tetraselmis dan lain sebagainya. Setelah mencapai ukuran pasca larva
dan udang muda (yuwana), selain dari makanan tersebut di atas, ia juga mulai
memakan plankton jenis Cyanophyeae, dan plankton hewani dari Rotifera,
Protozoa, Copepoda dan lain sebagainya. Sedangkan apabila udang telah mencapai
ukuran dewasa, maka ia mulai makan daging hewan lunak seperti moluska, cacing
annelida, udang-udangan (Crustacea) dan anak-anak serangga seperti Chironomus
dan lain sebagainya. Di tambak, udang dapat juga memakan plankton, klekap,
lumut dan hewan benthos, namun jika padat penebaran tinggi, maka makanan
tambahan mutlak diperlukan.
Pesebaran Udang
Dengan Jenis jenis adaptasi dan
Pola tingkah laku dari udang tersebut membuatnya memiliki kesesuaian yang
berbeda beda untuk tiap jenis udang. Dapat diambil contoh yaitu udang windu.
Udang windu tersebar di sebagian
besar daerah Indo-Pasifik Barat, Afrika Selatan, Tanzania, Kenya, Somalia,
Madagaskar, Saudi Arabia, Oman, Pakistan, India, Bangladesh, Srilangka,
Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Hongkong, Taiwan, Korea,
Jepang, Australia, dan Papua Nugini.
Pada umumnya udang windu terdapat
di daerah antara 30° sampai 155° B.T. dan antara 35°
L.U. sampai pada 35° L.S. Oleh karena itulah maka lokasi utama daerah
penangkapan kebanyakan di daerah tropis, terutama di Indonesia, Malaysia dan
Philipina.
Udang windu bersifat euryhaline
yaitu toleran terhadap kisaran salinitas yang lebar dan menempati habitat yang
berbeda dengan stadium dari daur hidupnya. benih udang, juvenile dan tokolan
mempunyai kebiasaan tinggal dekat permukaan pada perairan daerah pantai dan di
daerah estuarin hutan mangrove, sedangkan tingkat dewasa kelamin kebanyakan
berada pada perairan yang kedalamanya sekitar 100-200 m. Larva yang mencapai
daerah pantai biasanya berukuran sekitar 15 mm, akan tetapi kadang-kadang
dijumpai yang berukuran lebih kecil, yakni sekitar 8 mm.di bawah ini gambar
tentang siklus hidup udang windu.
Udang windu umumnya menyukai
dasar perairan yang berpasir, lumpur berpasir atau lempung berdebu. Keuntungan
yang diperoleh udang windu dengan hidup pada substrat yang berlumpur adalah
bahwa pada substrat yang demikian makanan alami dapat tumbuh. Malam hari,
sedang pada waktu siang hari umumnya mencari tempat berteduh atau bahkan
membenamkan diri ke dalam lumpur bila intensitas cahaya mencapai 600 lux. Induk
udang windu pada umumnya lebih menyukai substrat yang berlumpur pada kedalaman
10-40 m. Udang windu akan lebih cepat tumbuh pada kedalaman lebih dari 100 cm
dan salinitasnya sekitar 10-25 ppt.
Sumber :