Makalah Histokimia Lectin

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sel-sel makhluk hidup dalam fungsi metabolic dan strukturnya membutuhkan adanya karbohidrat. Karbohidrat memiliki fungsi structural, misalnya pada dinding sel. Karbohidrat juga memiliki fungsi metabolic, yaitu sebagai sumber energy serta yang terlibat dalam berbagai proses-proses reaksi metabolisme. Karbohidrat ada yang bebas dan ada yang terikat dengan molekul lain. Karbohidrat bebas misalnya adalah glukosa yang merupakan bahan bakar utama untuk jaringan dan ada yang mempunyai fungsi spesifik missal glikogen, ribosa, dan galaktosa. Karbohidrat yang membentuk gabungan dengan senyawa lain seperti lipid atau protein disebut dengan glikokonjugat.
Karbohidrat tersebar di dalam jaringan tubuh. Senyawa ini terutama ditemukan  dipermukaan sel, di dalam sitoplasma (bergantung pada aktivitas fungsional sel) dan matriks ekstrasel. Sebagain besar karbohidrat sel berbentuk glikokonjugat, berikatan dengan  protein (dalam bentuk proteoglikan dan glikoprotein) dan dengan lemak (bentuk glikolipid) (Agungpriyono, 2003).
Glikonjugat adalah karbohidrat yang terikat secara kovalen pada protein dan lipid. Glikoprotein, proteoglikan dan glikolipid masuk dalam kategori glikokonjugat. Sebagian fungsi glikoprotein antara lain mempengaruhi perkembangan dan diferensiasi embrionik, mempengaruhi penyisipan ke dalam membrane, migrasi intrasel, penyortiran dan sekresi (Murray et.al., 1995).
Glikonjugat ditemukan di elemen struktur permukaan sel dan di bagian intraseluler. Meskipun karbohidrat hanya terdapat dalam jumlah kecil pada membrane sel, tetapi molekul ini sangat esensial untuk fungsi primer sel seperti migrasi, pengenalan dan adhesi. Selama proses differensiasi, mungkin glikokonjugat berperan penting secara langsung dalam adhesi antar sel (Malmi et.el., 1987). Glikokonjugat juga berperan penting dalam differensiasi, pematangan dan interaksi antar sel (Kurohmaru et.al., 1995).
Proses-proses biologis seperti pengeluaran air liur oleh kelenjar, pengaturan pertumbuhan, ekskresi enzim, pergerakan sel, respon imun dan respon sel terhadap hormon, semuanya bergantung pada keberadaan karbohidrat (glikokonjugat) pada membran sel. Tidak hanya itu, banyak bakteri atau virus memanfaatkan karbohidrat di permukaan sel sebagai reseptor untuk masuk ke dalam sel dan menginisisai infeksi (Agungpriyono, 2003)
Lektin merupakan molekul protein yang dihasilkan dari tanaman serta hewan dan termasuk dalam golongan nonenzimatik tetapi tidak masuk dalm golongan imunoglobulin. Lektin termasuk protein dengan molekul besar (BM 20.000-300.000) sehingga dimungkinkan untuk mengikat molekul kovalen untuk beberapa grup amino bebas tanpa mengganggu ikatan karbohidrat tersebut. Karena afinitas lektin terhadap residu monosakarida seperti glikoprotein (Kiernan, 1990; Kurohmaru et.al., 1995), maka lektin digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan distribusi dari glikokonjugat.
Prinsip ikatan lektin dengan karbohidrat adalah dengan terminal gula dari polisakarida atau oligosakarida dan adaptasi berkompetisi dengan gula bebas atau glikosida yang tepat (Kiernan, 1990). Ikatan molekul lektin dengan karbohidrat tidak termasuk ikatan kovalen, tetapi mirip dengan ikatan antara antigen dan antibody yang spesifik.
Secara umum penggunaan lektin adalah dalam ilmu sitokimia/histokimia dan imunositokimia/imunohistokimia. Dari sini meluas ke bidang-bidang lainnya seperti morfogenesis, diagnosis dan diferensiasi sel. Selain itu lektin dapat digunakan sebagai pelacak organel-organel sel berdasarkan komponen glikoprotein yang dimiliki membrane (Utama, 1994). Teknik histokimia lektin telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya glikokonjugat pada testis pada banyak spesies mamalia dan reptilian.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan lektin?
2.      Apakah yang dimaksud dengan histokimia lektin?
3.      Apakah fungsi dari histokimia lektin?
4.      Bagaimana prosedur histokimia lektin?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan lektin.
2.      Mengetahui yang dimaksud dengan histokimia lektin.
3.      Mengetahui fungsi dari histokimia lektin.
4.      Mengetahui prosedur histokimia lektin.
























BAB II
ISI
           
Histoteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan atau bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Sedangkan teknik histokimia merupakan teknik untuk mendeteksi keberadaan komponen-komponen yang terdapat dalam struktur jaringan atu sel seperti protein, lemak, karbohidrat, hormon ataupun enzim. Pengamatan dan penelaahan biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop sebabstruktur jaringan secara terperinci pada dasarnya sangat kecil dan tak memungkinkan untuk dilihat  dengan mata telanjang, Selain dilekatkan pada kaca preparat, spesimen biasanya dilindungi atau ditutupi dengan kaca atau plastik yang tipis dan tembus pandang (Gunarso 1989).
Sajian histologi yang dibuat harus dapat memberikan gambaran tentang bentuk dan besar serta susunan sel; inti sel dan sitoplasma; badan inklusi (glikogen, tetesan lemak, pigmen dan sebagainya); susunan serat jaringan ikat; otot dan lain sebagainya sesuai dengan gambaran jaringan tubuh dalam kondisi hidup. Sajian yang baik dapat membantu dalam memahami struktur histologi jaringan tubuh sesuai dengan kondisi tubuh yang sebenarnya pada waktu hidup. Sajian yang baik juga akan memberikan hasil yang benar-benar shahih (valid/akurat) yang sangat dibutuhkan oleh para peneliti untuk menjawab permasalahan yang timbul. Di samping itu sajian yang baik juga diperlukan oleh kimikus untuk menunjang diagnosa penyakit yang diderita oleh pasien (Jusuf 2008)
Akhir-akhir ini berbagai jenis lektin telah digunakan untuk mendeteksi residu gula pada glikokonjugat dalam sel (Golstein dan Hayes, 1978). Lektin merupakan reseptor alamiah untuk glikokonjugat dan mungkin dapat menjadi pembeda yang sangat sensitif terhadap perbedaan yang sangat kecil pada oligosakarida antar sel, sama baiknya dengan spesifisitas dan sensitivitas antibodi monoklonal atau mungkin malah lebih praktis (Agungpriyono, 2003).
Lektin dapat digunakan dalam mendeteksi residu gula intraseluler dan karakterisasinya, sehingga keberadaan dan distribusi   glikokonjugat pada area tertentu dari sel atau produk sel dapat memberikan dugaan yang berkaitan dengan fungsinya di lokasi tersebut (Spicer dan Schulte, 1992; Danguy, et al., 1994). Lektin dapat berikatan dengan ujung gula dari glikokonjugat sehingga akan diketahui jenis glikokonjugatnya. Pada saat ini penggunaan teknik histokimia lektin terutama untuk melihat keberadaan jenis glikonjugat   pada kondisi normal atau perubahannya pada keadaan sakit.
Beberapa peneliti telah menggunakan teknik histokimia lektin   untuk melihat sebaran  karbohidraat pada kelenjar mandibula ayam (Supraset, et al., 2000), distribusi karbohidrat pada beberapa segmen usus ayam (Pohlmeyer, 2002) dan studi lektin sebagai penanda diferensiasi dari kanker dan metastasis cell line (Sherwani, et al., 2003).
Lektin memiliki afinitas secara spesfik kepada residu gula tertentu sehingga memudahkan identifikasi glikokonjugat yang terdeteksi. Metode histokimia lektin mendeteksi banyak glikokonjugat yang sebelumya tidak terdeteksi oleh prosedur standar karena tidak bereaksi dengan PAS atau pewarna lainnya (Kiernan, 1990).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis karbohidrat (glikokonjugat) spesifik dan distribusinya pada sel dalam keadan normal, sehingga dapat dipakai sebagai referensi  jika kelenjar mandibula mengalami kelainan. Selain itu, dapat digunakan sebagai acuan untuk menggunakan berbagai jenis gula (monosakarida) sebagai inhibitor untuk mencegah terjadinya infeksi oleh mikroorganisme patogen yang mempunyai reseptor pada glikokonjugat pada  sel kelenjar mandibula.
Pembuatan preparat dengan metode histologis lektin tersiri atas bebrapa tahap, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Pembuatan Sediaan Organ
Organ dicuci dengan larutan PBS (Phosphate Buffered Saline) yang mempunyai pH 7,2   kemudian difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam.
2.      Washing, Dehidrasi, Clearing, Infiltrasi dan Embedding
Sampel organ dipindahkan dan disimpan di dalam Alkohol 70% sampai proses selanjutnya. Sampel dipotong kecil, kemudian diproses untuk pembuatan blok Paraffin. Proses tersebut meliputi dehidrasi dalam seri larutan Alcohol bertingkat, penjernihan (clearing) dengan Toluol, infiltrasi dalam Parafin + Xylol, Paraffin I dan Parafin II dan penanaman (Embedding) dalam Parafin Blok.
3.      Sectioning, Affixing, Deparafinisasi
Blok Paraffin dipotong serial dengan Microtom setebal 2µm untuk prosedur histokimia lektin. Setelah itu, coupes ditempelkan pada gelas benda dan dilakukan proses deparafinisai dengan Xylol dan seri larutan Alkohol bertingkat. Selanjutnya siap untuk dilakukan pewarnaan dengan histokimia lektin.
4.      Pewarnaan Histokimia Lektin
Sediaan histologis yang sudah dideparafinisasi di cuci dengan aquades, dilanjutkan dengan PBS selama 15 menit pada suhu ruang.   Sediaan   dikeringkan lalu tetesi dengan larutan 0,03% H2O2, diamkan selama 15 menit pada suhu ruang. Cuci sediaan dengan larutan PBS selama 10 menit.
Sediaan dikeringkan lalu masing-masing tetesi dengan 15  ml larutan lektin berlabel Biotin (Biotinylated). Kemudian inkubasikan pada suhu 4oC selama 30 menit. Cuci sediaan dengan larutan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dengan menggunakan shaker. Keringkan sediaan dan tetesi masing-masing  sediaan dengan larutan ABC (Avidin Biotin Peroksidase), inkubasikan selama 30 menit pada suhu 37oC. Cuci sediaan dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dengan shaker.
Keringkan sediaan, tetesi dengan larutan DAB (Diaminobenzidine), diamkan 30 menit sambil diamati di bawah mikroskop untuk melihat reaksi larutan DAB pada jaringan. Apabila timbul reaksi maka akan terlihat warna kecoklatan pada jaringan. Selama pengamatan, sediaan preparat harus berada dalam keadaan gelap.
Cuci sediaan preparat dengan PBS 3 kali masing-masing 5 menit dilanjutkan dengan Aquades 3 kali masing-masing 5 menit. Sediaan diberi pewarnaan dengan larutan Hematoksilin Meyer (Counterstain).
5.      Dehidrasi, Clearing, Mounting
Sediaan histologis yang telah diwarnai kemudian dilakukan dehidrasi dengan seri larutan Alcohol bertingkat dan clearing  dengan menggunakan Xylol lalu diakhiri dengan mounting.


BAB III
PENUTUP

Lektin merupakan molekul protein yang dihasilkan dari tanaman serta hewan dan termasuk dalam golongan nonenzimatik tetapi tidak masuk dalm golongan imunoglobulin. Lektin termasuk protein dengan molekul besar sehingga dimungkinkan untuk mengikat molekul kovalen untuk beberapa grup amino bebas tanpa mengganggu ikatan karbohidrat tersebut. Karena afinitas lektin terhadap residu monosakarida seperti glikoprotein, maka lektin digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan distribusi dari glikokonjugat.
Secara umum penggunaan lektin adalah dalam ilmu sitokimia/histokimia dan imunositokimia/imunohistokimia. Selain itu lektin dapat digunakan sebagai pelacak organel-organel sel berdasarkan komponen glikoprotein yang dimiliki membran. Teknik histokimia lektin telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya glikokonjugat pada testis pada banyak spesies mamalia dan reptilian.
Prosedur kerja histokimia lektin sama dengan prosedur pembuatan preparat pada umumnya. Namun pada histokimia lectin, sediaan organ di tetesi dengan PBS (Phosphate Buffered Saline), larutan 0,03% H2O2, larutan lektin berlabel Biotin (Biotinylated), larutan ABC (Avidin Biotin Peroksidase), dan larutan DAB (Diaminobenzidine), yang selanjutnya diberi pewarnaan dengan larutan Hematoksilin Meyer (Counterstain). Reaksi positif akan menunjukkan adanya perubahan warna pada jaringan yang dimana terlihat warna kecoklatan pada jaringan.























DAFTAR PUSTAKA

Agungpriyono, S.   2003. Glikobiologi dan Lektin.  Dalam   Modul: Pemanfaatan  Teknik Kultur Jaringan dan Histokimia. Pelatihan Dosen Universitas/Perguruan Tinggi. 16-26 Juni 2003. Kerja sama Proyek Peningkatan Kualitas Sumber daya Manusia  Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dengan Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor.
Danguy,  A., F. Afik., B. Pajak., dan H.J. Gabius. 1994.   Contribution of carbohydrate histochemistry to glycobiology. Histol. and Histopathol. 9:155-171.
Gunarso, W. 1989. Mikroteknik. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.
Jusuf AA. 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histology Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kiernan, J.A.   1990.   Histology and Histotochemical Methods: teory and practice. 2nd edition.   Pergamon press. Oxpord, New York. Pp.433.
Kurohmaru, M., H. Kobayashi, Y. Kanai, S. Hatori, T. Nishida, and Y. Hayashi. 1995. Distribution of lectin-binding in the testes of the musk shrew, Suncus murinus. J. Anat. 183: 323-329
Malmi, R., M. Kallajoki and J. Souminen. 1987. Distribution of glycoconjugate in human testis a histochemical study using fluorescein and rhodamine-conjugate lectins. Andrologia. 19(3): 322-332
Murray, R. K., D. K. Grannor, p. a. Mayes and V. W. Rodwell. 1995. Biokimia Harper Edisi 2 Penerjemah A. Hartono. EGC: Jakarta
Sherwani, A.F., S.Mohmood., F. Khan., R.H. Khan, dan M.A. Afer,.   2003. Characterization of lectins and their Specificity in Carcinomas an appraisal.  Indian J. of Clin. Bichem.18(2):169-180
Supraset, A., S. Arthitong, dan S. Koonjaenak.   2000.   Lectin histochemistry of gycoconjugates in mandibular gland of chicken. Kasetsart  J.34:85-90.
Spicer, S.S. dan D.A. Schulte. 1992. Diversity of cell glycoconjugates shown histochemically:   a perspective.   J. Histochem. Cytochem.  40:1-38.
Utama, I. H. 1994. Biokimia Lektin dan Aplikasinya dalam Biologi dan Biomedis. Karya Tulis IPB.

Cari

Copyright Text