Cacing Tanah (Lumbriscus terestris)
Cacing tanah merupakan
hewan tingkat rendah karena tidak memiliki tulang belakang (vertebrata),
umumnya disebut invertebrata. Cacing tanah dimasukkan dalam kelompok atau filum
Annelida. Annelida berasal dari kata Annulus
yang berarti cincin. Tubuh cacing tanah terdiri dari cincin-cincin atau
segmen-segmen.
Filum Annelida terbagi menjadi dua
kelas yaitu kelas Oligochaeta dan kelas Polychaeta. Oligochaeta memiliki
banyak seta dan Polichaeta
memiliki seta yang sedikit. Cacing
tanah memiliki rambut yang keras dan pendek pada setiap segmennya. Rambut yang
keras dan pendek disebut seta (Campbell N,
2003).
Cacing tanah banyak
ditemukan di daratan dan lautan, kelas polychaeta banyak hidup di lautan dan
kelas Oligochaeta contohnya Lumbriscus terretris banyak
hidup di daratan. Lumbriscus terrestris disebut
night crawler karena cacing ini
banyak berkeliaran dan merayap pada malam hari untuk mencari makanan, dan
bersembunyi di lubangnya pada siang hari, dan hidup pada tempat yang lembab.
Cacing tanah merupakan
makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka
sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat
menghadapi invasi mikroorganisme patogen di lingkungan mereka. Penelitian yang
telah berlangsung selama 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki
kekebalan humoral dan selular mekanisme. Telah ditemukan bahwa cairan selom
cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein (Hegner, 1968).
Cacing tanah yang mengandung protein tinggi dan asam amino lengkap
menjadi salah satu alternatif yang potensial untuk dijadikan imbuhan pakan.
Tepung cacing tanah L. terestris mengandung
protein kasar 32,60% dan mengandung asam amino esensial yang lengkap.
(Julendra, 2003). Pemberian tepung cacing tanah (TCT) sebagai pakan terbukti
mempercepat pertumbuhan berat hidup, meningkatkan pembentukan jaringan otot,
dan meningkatkan efisiensi pakan (Edwards, 1985).
Pakan
Komposisi pakan buatan disusun
berdasarkan kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan maupun udang. Komposisi ini
sering disebut formulasi pakan. Formulasi yang baik berarti mengandung semua
zat gizi yang diperlukan ikan dan secara ekonomis murah serta mudah diperoleh
sehingga memberikan keuntungan. Penyusunan formulasi pakan terutama
memperhatikan nilai kandungan protein karena zat ini merupakan komponen utama
untuk pertumbuhan ikan dan udang. Setelah diketahui kandungan protein dari
pakan yang akan dibuat maka langkah selanjutnya adalah perhitungan untuk
komponen zat-zat gizi yang lain.
Menurut Wilson (1994),
karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan keberadaan karbohidrat dalam
pakan dapat mempengaruhi pemanfaatan protein dan lemak untuk pertumbuhan ikan
dan udang. Akan tetapi pemanfaatan
karbohidrat oleh ikan dan udang dari berbagai sumber karbohidrat bervariasi,
bergantung pada kompleksitas karbohidrat (NRC, 1983; Mokoginta et al., 1999).
Sumber karbohidrat yang berbeda juga mempunyai nilai kecemaan yang berbeda pula.
Hal ini dapat disebabkan karena ikan dan udang tidak dapat mencerna serat kasar
yang terlalu tinggi dan adanya rasio amilosa/amilopectin
yang berbeda akan mempengaruhi nilai kecemaan pakan (Cruz-Suarez et al., 1994).
Pada udang lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus), kandungan yang harus terdapat pada pak adalah
karbohidrat, vitamin, mineral, protein dan lemak. Jumlah protein yang
dibutuhkan adalah sebanyak 20-30 % per 100 gram bobot tubuh.
Penggunaan pati singkong (Manihot
utilissima) dan
cacing tanah (Lumbriscus terestris) dalam formulasi pakan pada lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dianggap telah
mencukupi kebutuhan gizi seimbang. Hal ini karena dalam pati singkong (Manihot utilissima) dan
cacing tanah (Lumbriscus terestris) mengandung karbohidrat, mineral, vitamin, lemak,
protein dan vitamin dengan kadar yang sesuai untuk kebutuhan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).