Proposal Penelitian
UJI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN EKSTRAKSI Jatrofa multifida (linn) PADA Mus
musculus
SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN PENYAKIT TETANUS
Oleh :
Muhammad A Aziz
Henditama
M0410041
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tanaman Jatrofa multifida (linn) atau biasa disebut
dengan tanaman tentir, karena tanaman ini memiliki khasiat khas untuk mempercepat
penyembuhan luka. Tanaman tentir biasa digunakan oleh masyarakat sebagai tentir
atau obat merah bagi luka luar. Khasiatnya memang sudah tidak diragukan lagi,
walau memang perih saat pertama kali di tambahkan pada luka namun cairan
getahnya sangat efektif dalam hal mengeringkan luka dan membuat luka tidak
bertambah sakit. Penduduk Nigeria lebih memanfaatkan bagian getah dari tamanan
ini untuk obat tradisional bahkan untuk menyembuhkan infeksi pada lidah bayi
dan infeksi kulit.
Pada penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa ekstrak tanaman ini
mememiliki sifat antimikroba. Aktifitas antimikroba ini berlaku pada beberapa
jenis mikroba yang pathogen, akan tetapi pemanfaatan yang serius tanaman Jatrofa multifida belum dilakukan dan produksi
dalam skala besar (komersil) masih belum dilakukan, mengingat tanaman ini mudah
dikembangkan dan sangat berlimpah di daerah-daerah.
Dari penelitian aiyelaagbe et al (2008) menyatakan bahwa tanaman Jatrofa multifida ini memiliki aktifitas antimikroba, namun
tidak mentitikberatkan pada bagaimana cara ekstraksi untuk mendapatkan isolate
yang baik. Penelitian ini akhirnya dilengkapi oleh Sari et al (2008) dengan
melengkapi dengan melakukan penelitian terhadap solvent yang digunakan untuk
ekstraksi Jatrofa multifida . Penelitian selanjutnya
adalah Adesola et all (2007) yang
melakukan penelitian pengaruh penghamabatan ekstrak Jatrofa multifida terhadap Candida albicans. Berdasar penelitian
adesola, maka dilakukan pengembangan untuk menguji ekstrak tanaman Jatrofa multifida terhadap bakteri Clostridium tetani penyebab tetanus.
Tetanus disebabkan oleh Clostridium
tetani, bakteri gram positif, anaerobik dan spora pembentuk yang ditemukan di dalam tanah, kotoran hewan dan manusia dan modus yang biasa terjadi pada
masuknya penyakit ini adalah melalui luka
tusukan atau luka goresan, meskipun tetanus dapat masuk melalui operasi, luka bakar,
gangren, ulkus kronis, gigitan anjing, dan suntikan seperti dengan pengguna narkoba, infeksi gigi, aborsi serta proses melahirkan. Oleh karena itu apabila didapatkan hasil yang positif yang aman dari penggunaanya bagi manusia dalam rangka untuk menghambat Clostridium tetani maka
penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk produksi massalnya obat dengan kandungan yang ada pada tanaman ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Apakah ekstrak Jatrofa
Multifida berpengaruh aman dalam penggunaannya pada Mus musculus?
C.
TUJUAN
Untuk
mengetahui apakah ekstrak Jatrofa Multifida berpengaruh aman dalam penggunaannya pada Mus
musculus.
D.
MANFAAT
Untuk
mengetahui apakah ekstrak Jatrofa Multifida aman bagi Mus musculus.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
a.
Tetanus
Tetanus
merupakan penyakit menular yang berasal dari kontaminasi luka oleh bakteri
gram-positif, anaerobik basil Clostridium tetani. Bakteri ini dapat ditemukan pada suatu organisme dan
spora yang ada dimana – mana yang ada di alam, yang dapat ditemukan di tanah dan di dalam tinja hewan serta manusia (Ernst, 1997). Konsentrasi oksigen yang rendah dalam jaringan yang terluka mendukung perkecambahan Clostridium tetani untuk memproduksi bentuk vegetatif-nya. Racun clostridial umumnya
dianggap sebagai salah satu zat yang paling beracun yang pernah dikenal selama ini
(Wright, 1989). Tetanospasmin adalah neurotoxin yang bertanggung jawab atas manifestasi
klinis dari penyakit ini. Hal ini dihasilkan oleh organisme dengan berkecambah dan menyebarkan hematogenously ke saraf perifer.
Racun kemudian melakukan perjalanan secara retrogradely sepanjang serabut saraf untuk mendepositkannya dalam sistem saraf pusat, di mana ia dapat menghambat pelepasan γ-aminobutyric
acid (GABA) dari neuron inhibitors. Dengan hilangnya kontrol inhibitor pada motor neuron dapat mengarah
ke kejang otot, sebagai karakteristik dari penyakit ini. Dalam bentuk parah
pada tetanus, sistem saraf otonom juga dapat mungkin terpengaruh dan mengakibatkan
hiperaktivitas simpatik (Wright, 1989). Hal ini ditandai dengan hipertensi labil,
takikardia, hipertermia dan sekresi bronkial berlebihan.
Tetanus
merupakan oleh suatu penyerangan yang efektif oleh neurotoxin, tetanospasmin,
yang diproduksi selama pertumbuhan bakteri Clostridium secara anaerob. Clostridium tetani penyebab penyakit ini
bukan sebuah mikroorganisme yang invasive, akan tetapi penyerangan dan
mekanisme masuknya penyakit ini dlakukan
melalui luka yang terjadi pada kulit. Tetanus berkembang melalui penyebaran
spora. Spora ini menyebar pada luka dengan kondisi sedikit oksigen yang
mengakibatkan spora Clostridium tetani dapat menyebar dan berkembang dengan baik.
Selain melalui luka, penyakit ini juga
dapat menyerang secara neonatal, yaitu ketika pemotongan tali pusar bayi dan
alat yang digunakan terkontaminasi dengan spora dari Clostridium tetani. (Galazka,1993)
Toksin
tetanus diproduksi oleh Clostridium
tetani. Mekanisme toksin ini bekerja pada syaraf pusat. Toksin ini
berakumulasi dan mengikat ganglioside yang berisi syaraf termini. Apabila sudah
mengenai jaringan syaraf maka tidak dapat ditanggulangi dengan antitoksin.
Toksin tersebut menumpuk pada system syarat pusat secara perlahan-lahan,
akibatnya toksin tersebut menghambat pelepasan neurotransmitter seperti
glisin,asam gamma-aminobutyric dan lain-lain. Toksin ini sangat toksik, dosis yang
mematikan dengan dosis 25 mg per kg. Toksin ini di produksi dalam tubuh Clostridium
tetani berupa suatu rantai
polipeptida dengan berat 150000. Beberapa fragmen polipeptida tidak
beracun dan telah dipelajari sebagai kandidat potensial untuk vaksin. (Galazka,1993)
b.
Jatrofa
mulifida
Jatropha
multifida Linn. (Synonim: Adenoropium multifidum (L.)
Pohl dan J. janipha Blanco) milik famili asal Euphorbiaceae tidak pasti tapi mungkin dalam penduduk
aslike Barbados. spesies yang sangat menarik dan luas dibudidayakan
di seluruh daerah tropis dan umumnya dikenal
sebagai coral plant atau French physic nut
(Dehgan, 1982). Klasifikasi tanaman ini :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha multifida L.
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha multifida L.
semak halus 2 sampai
3 meter, dengan tankai daun berlekatan
dengan daun. batang berbulu,Stipula
dibagi bercabang setiform, sampai 2 cm,
panjang tangkai daun
10-25 cm, helai daun secara garis besar bundar,
dengan lebar 10-30
cm,warna hijau pada daun atas , warna daun bawah hijau keabu-abuan. pada kedua permukaan
gundul. Tulang daun menyirip. (Shu et al, 2008.)
Penyelidikan Kimia
telah dilakukan pada Jatropa multifida
Linn. dan senyawa kimia terutama terpenoid, alkaloid peptida, dan
phloroglucinols cyanoglucoside. diterpenoid, multidione juga telah diisolasi
dari batang Jatropa multifida (Das et
al., 2009).
Jatropha multifida L. merupakan tanaman penghasil getah
berlimpah yang digunakan untuk menghentikan perdarahan eksternal (Klotoé,
2011).
c.
Aktifitas antimikroba
Antimikroba merupakan
obat yang mempunyai aktivitas menghambat (bakteriostatik) atau membunuh
mikroba (bakteriosida), khususnya mikroba yang merugikan manusia.
Mikroba yang menyebabkan gangguan pada kulit di antaranya jamur dan bakteri. (Jawetz,
1986).
B. Kerangka Pemikiran
Uji
Efektifitas Penggunaan Ekstraksi Jatrofa multifida
(linn) pada Mus musculus Sebagai Alternatif Pengobatan Penyakit Tetanus
|
Banyak kasus tetanus.
|
Daun Jatrofa multifida
dapat menghambat pertumbuhan Clostridium
tetani secara invitro
|
Belum
pernah diujikan secara In Vivo
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan
di Laboratorium FMIPA Biologi Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta,
selama 2 minggu dari bulan tanggal 22 April-11 Mei 2014
B. Alat dan Bahan
a. Alat- alat :
Alat Ektraksi :
·
Tabung kaca
·
Blender
·
Gelas Pengaduk
·
Oven
·
Neraca
·
Rotari Evaporator
·
Waterbath
·
Kertas Saring
·
Gelas Beker
Alat
Pemberian Perlakuan
·
Skapel
b. Bahan :
Bahan Maserasi
·
Daun Jatropha multifida Kering yang diambil dari daerah Surakarta dengan pelarut metanol
·
Isolat
Clostridium tetani
·
Akuades
Bahan
Perlakuan
·
Ektraksi
·
Pakan Mus musculus yang dicampur dengan
ekstraksi daun Jatropha multifida
C. Rancangan Penelitian
Penelitian disusun dengan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) faktorial yang terdiri satu faktor uji percobaan dengan lima kali ulangan
faktor I :
Massa ekstrak Jatropha multifida (N)
N0 :
Tanpa Ekstrak
N1 : 1
gr/bb
N2 : 2 gr/bb
N3 : 3 gr/bb
N4 : 4 gr/bb
Sehingga Diperoleh :
5 Perlakuan
Jumlah ulangan 5x5 : 25 ulangan
D.
Pelaksanaan penelitian
1.
Ekstraksi
Daun Jatropha multifida
Daun diektraksi dengan metode maserasi dan direndam dalam etanol.
Maserat dipisahkan dengan pelarut dengan menggunakan alat rotary evaporator
kemudian di uapkan agar menjadi gel dengan waterbath. Hasil akhir didapatkan
ektrak Jatropa multifida dalam bentuk gel.
2.
Pembuatan
Luka Pada Mus musculus
Pada Mus musculus
dilakukan suatu pembuatan luka sayatan pada bagian paha.
3.
Pemberian Perlakuan
Dilakukan suatu perlakuan secara oral dengan cara
memberi pakan pada Mus musculus yang
telah dicampuri oleh ekstraksi Jatropha multifida setiap hari selama 5 + 14 hari.
4.
Monitoring
aktifitas Mus musculus
Monitoring dilakukan
setiap hari setelah 5 hari masa inkubasi, dan dilakukan selama 2 minggu.
E. Analisis Data
Hasil diterima jika
tidak terjadi kejang otot selama masa pengamatan (5+14 hari). Dilakukan dengan
uji t tunggal. Jika dimungkinkan, dialnjutkan dengan uji DMRT.
Daftar pustaka
Adesola et all. 2007. The
efficiency of Jatrofa multifida In the managemen of oral candidiasis. The internet journal of alternative medicine.
Vol 4
Aiyelaagbe, et all. 2008. The
antimicrobial activity of Jatropa multifida extract and chromatographic
fraction agains sexulalu trasmited infection. J. med,sci. vol 8 no 2.
Dehgan, B. (1982). Proc. Fla.
State. Hort. Soc.,
Ernst M, Klepser ME, Fouts M, Marangos MN. Tetanus: pathophysiology and
management. Ann Pharmacother 1997;31:1507-13.
Oladiran I, Meier DE, Ojelade AA, Olaolorun DA, Adeniran A, Tarpley JL: Tetanus
continuing problem in the developing world. World J Surg 2002, 26(10):1282-85.
Galazka A, Kardymowicz B. 1993Tetanus
incidence and immunity in Poland. Europ J Epidemiol 1989;5:474-480
Jawetz. 1996. Mikrobiologi
Kedoteran. Edisi XX. Diterjemahkan oleh : Edi Nugroho RF
Klotoé JR. 2011. Ethnobotanical and pharmacological studies of plants
hemostatic properties of southern Benin: case Jatropha multifida L.
(Euphorbiaceae). "DEA, University of Lomé, Togo.
Maulany. Jakarta : EGC. hal 195-196
Shu, M.F.S., Bingtao, L., Gilbert,
M.G. (2008). Fl. China,11: 268-269.
Wright DK,
Lalloo UG, Nayiager S, Govender P. Autonomic nervous system dysfunction in
severe tetanus: current perspectives. Crit Care Med 1989;17:371-5.