Protein Sel Tunggal


Protein sel tunggal adalah bahan makanan berkadar protein tinggi yang berasal dari mikroba. Istilah protein sel tunggal digunakan untuk membedakan bahwa Protein sel tunggal berasal dari organisme bersel tunggal atau banyak. Pemanfaatan mikroorganisme sehingga mengahasilkan makanan berprotein tinggi secara komersial dimulai sejak Perang Dunia I di Jerman dengan memproduksi khamir torula. Operasi utama dalam produksi protein sel tunggal adalah fermentasi yang bertujuan mengoptimalkan konversi substrat menjadi massa microbial.
Kecemasan akan kekurangan pangan dan malnutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah meningkatkan perhatian pada sel tunggal. Sebagian besar dari bobot kering sel dari hampir semua spesies memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu, bobot kering sel tunggal memiliki nilai gizi yang tinggi.

Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan digunakan sebagai sumber protein untuk hewan atau pangan harus mendapat perhatian secara khusus. Mikroorganisme yang cocok antara lain memiliki sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap tanaman, hewan, dan manusia. Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan pangan atau pakan, tidak mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan rendah. Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lain alga Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus; dari khamir Candida utylis; dari kapang berfilamen Fusarium gramineaum; maupun dari bakteri.

Protein sel tunggal juga merupakan suatu mikroba kering seperti ganggang, bakteri, ragi, kapang dan jamur tinggi yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dipakai untuk konsumsi manusia atau hewan. Produksi itu juga berisi bahan nutrisi lain, seperti karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.

Teknologi modern untuk membuat protein sel tunggal berasal dari tahun 1879 di Inggris, dengan diperkenalkannya adonan yang dianginkan untuk membuat ragi roti (Saccharomyces cerevisiae). Sekitar tahun 1900, di Amerika Serikat diperkenalkan alat pemusing untuk memisahkan sel ragi roti dari adonan pembiakan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi, dan genetika mikroba telah banyak memperbaiki metode untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai macam mikroba dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang tinggi (72% lebih) dapat dihasilkan terus-menerus dengan menggunakan methanol sebagai bahan mentah, dan mikrobanya berupa ragi yang dibiakan dalam media yang kadar selnya tinggi sekali, sehingga ini dapat mengurangi biaya energi untuk pengeringan.

Mikroba yang berfotosintesa dan yang tidak berfotosintesa dapat sama-sama dipakai untuk memproduksi protein sel tunggal.Sekurangnya mikroba ini memerlukan sumber karbon dan energi, sumber nitrogen, dan suplai unsur nutrisi lain, seperti fosfor, sulfur, besi, kalsium, magnesium, mangan, natrium, kalium dan unsur jarang, untuk tumbuh dalam lingkungan air. Beberapa mikroba tidak dapat mensintesa asam amino, vitamin, dan kandungan seluler lain dari sumber karbon dan nitrogen sederhana. Dalam hal demikian, bahan-bahan tersebut harus juga disuplai agar mereka bias tumbuh.

Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa

Ganggang dan bakteri tergolong mikroba berfotosintesa yang digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal. Pertumbuhan berfotosintesa ganggang yang diingikan, seperti Chlorella, Scenedesmus, dan Spirulina (pada Tabel), adalah menurut reaksi sebagai berikut :

Karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral → sel ganggang + oksigen
Tabel proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.

Organisme
Bahan Mentah
Produksi
Produsen atau Pengembang
Chlorella sp.
CO (dengan foto-2 sintesa); sirup tebu, tetes (non-fotosintesa)
2 metrik ton/hari
Taiwan Chlorella Manufacture Co. Ltd, Taipei
Scenedesmus acutus
CO, urea (dengan fotosintesa)
20mg/m2/hari
Central Food Technological Research Institute, mysore, India
Spirulina maxima
CO, atau NaHCO3 (dengan fotosintesa)
320 metrik ton/tahun
Sosa Texcoco, SA, Mexico Cit

Konsentrasi karbondioksida di udara sekitar 0,03 %, ini tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan ganggang untuk menghasilkan protein sel tunggal. Tambahan karbon dioksida bisa didapat dari karbonat atau bikarbonat yang terdapat dalam kolam alkalis, gas yang keluar selama pembakaran atau dari pembusukan bahan organik dalam air buangan kota dan limbah industri.

Sumber nitrogen untuk produksi ganggang adalah seperti garam ammonium, nitrat, atau nitrogen organis yang terbentuk oleh oksidasi air buangan kota dalam kolam. Fosfor dan bahan mineral lain biasanya terdapat dalam air alam dan air limbah dan konsentrasinya telah cukup untuk pertumbuhan ganggang.

Intensitas cahaya dan suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ganggang. Untuk penanaman mikroba secara besar dan ekonomis, suasana dalam tempat kultur harus cukup jernih dan variasi intensitas cahaya harus sekecil mungkin sepanjang tahunnya. Selain itu suhu haruslah diatur di atas 20ºC pada hampir sepanjang tahun. Karena itu, kolam buatan di tempat terbuka di daerah semi tropik, tropik atau kering merupakan sistem yang paling cocok untuk pertanaman ganggang. Bahan untuk membangun kolam adalah seperti semen, plastik, atau serat kaca pelapis.

Kolam harus cukup besar karena pertumbuhan ganggang terjadi terutama pada daerah setebal 20 cm atau 30 cm saja dan di tempat ini intensitas cahaya terbesar. Pengadukan perlu untuk mencegah ganggang mengendap ke dasar. Dengan demikian semua sel ganggang dapat terpapar merata ke cahaya dan bahan nutrisi.

Ganggang biasanya ditanam dalam kultur campuran yang tidak terlalu steril. Suasana lingkungannya haruslah menguntungkan bagi kehidupan spesies ganggang yang diinginkan, agar mereka menjadi dominan dalam persaingan hidup dengan species lain.

Pemerintah India yang bekerja sama dalam proyek Indo Jerman Algal Project, telah mendirikan suatu program kerja sama paa Central Food Technological Institute di Mysore, India, untuk membiakan species Scenedesmus dalam kolam buatan. Program ini menghasilkan beberapa pryek di Mesir, India, Peru dan Thailand. Selain itu, dalam pengamatan di Israel dan Argentia telah memperlihatkan bahwa ganggang dari genus Dumaliella yang tahan terhadap garam dapat ditumbuhkan dalam air asin untuk menghasilkan protein sel tunggal dan dengan produk tambahan berupa gliserol dan beta-karoten.

Bakteri yang brfotosintesa digunakan untuk menghasilkan protein sel tunggal ialah seperti bakteri dari genus Rhodopseudomnas, dan ini dapat pula ditumbuhkan dalam air buangan kota atau limbah industri. Di Jepang dan hasilnya digunakan sebagai pakan ternak. Bakteri ini ditumbuhkan dalam kultur campuran dengan bakteri nitrogen dan bakteri lain yang hidup aerobis. Kultur ini harus disuplai dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka tidak akan dapat tumbuh mengandalkan CO dan cahaya, seperti dapat dilakuakan oleh ganggang. Kepadatan kultur bakteri adalah sekitar 1 sampai 2 gram bahan kering tiap liter.

Produksi Protein Sel Tunggal tanpa Berfotosintesa

Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi protein sel tunggal ialah seperti bakteri, kapang, ragi, dan jenis jamur lain. Mikroba ini hidup aerobosis dan karena itu harus cukup suplai oksigen agar bisa tumbuh karena termasuk karbon organis dan sumber energi. Selain itu juga merupakan sumber nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur mineral, yang sebelumnya disebut-sebut hanya diperlukan untuk pertumbuhan ganggang.

Pengubahan senyawa organik menjadi protein sel tunggal oleh mikroba yang tidak berfotosintesa dapat dibuat skemanya dengan persamaan reaksi berikut :

Karbon organik + nitrogen + mineral bahan nutrisi + oksigen → Protein sel tunggal + karbon dioksida + air panas
  • Bakteri

Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel tunggal. Salah satu ciri bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya kebanyakan dapat jadi dua kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan, waktu berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4 sampai 16 jam.

Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah, mulai dari karbohidrat seperti pati dan gula, sampai hidrokarbon dalam bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak bumi, sampai pada petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi pertumbuhan bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan nitrogen organik dalam limbah. Harus ada tambahan bahan mineral ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan nutrisi dapat menutupi kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup menunjang pertumbuhan.

Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi protein sel tunggal, paling baik tumbuh dalam media yang sedikit asam netral, dengan pH 5 smpai 7. Bakteri itu juga harus dapat toleran terhadap suhu dalam rentang 35 sampai 45° C, karena panas dilepaskan selama bakteri itu tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan menghemat banyak sekali biaya untuk mendinginkan air. Pembiakan harus dijaga agar selalu dingin, karena fermentasi disini perlu suhu rendah. Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal, jika itu bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau manusia.

Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem adonan konvensional. Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen jika mereka menggunakan bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produsi yang lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus), yang konsentrasinya sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan bakteri. Lalu sel-sel pun dipanen terus-menerus dengan populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan.

Adonan konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10 persen. Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga konsentrasi dalam media tumbuh tidak melebihi yang diperlukan bagi pertumbuhan selbakteri. Konsentrasi ini biasanya akan lebih rendah daripada yang digunakan dalam sistem adonan.

Menjaga agar suasana steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting, karena mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara masuk, media bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam seluruh proses protein sel tunggal dalam bakteri. Suasana steril pun harus terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi.

Suatu sistem untuk produsi protein tunggal dalam bakteri secara kontinyu, dengan metanol sebagai sumber karbon dan energi, diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini. Skema itu adalah metoda yang paling  umum digunakan.

Setelah bahan nutrisi disterilkan , kemudian dimasukkan ke dalam wadah fermentasi. Setelah itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah pertumbuhan. Wadah yang disebut ‘bioreaktor’, harus disuplai dengan udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya panas dari proses fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk diedarkan dalam suatu salut fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin yang berada dalam alat.

Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan terus-menerus setiap terpakai, untuk menjaga konsentrasi bakteri yang diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan, diolah sehingga bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu kemudian diedarkan kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya dikeringkan dengan cara penyemprotan, lalu digiling sehingga didapat produk akhir.

Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan mengontrol pH, suhu, dan konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang dikeluarkan dari bioreaktor mengandung karbon dioksida yang dapat dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual kepada industri yang menggunakan gas karbon dioksida.

Tangki permentasi

Setelah bakteri di angkat dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari kaldu kultur, yang biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-sel menggumpal. Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan untuk menghasilkan produk yang akan stabil selama pengiriman ketempat yang jauh dan disimpan untuk waktu lama. Akhirnya, harus ada alat untuk menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk menangani dan mengedarkan kembali cairan kultur yang terpakai.

Pemasukan oksigen bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan dalam kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan ekonomi. Berbagai rancangan fermentor dapat mengatur pemasukan udara. Yang paling umum digunakan adalah reakto tangki yang memiliki kincir pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara.
  • Ragi

Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi karbohidrat, baik yang kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti gula glukosa, suklrosa, dan laktosa. Dapat pula dipakai bahan mentah yang mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih keju. Beberapa ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber dari minyak bumu; dapat juga tumbuh pada etanolatau metanol.

Selain itu sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh dengan menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur. Bahan mineral juga perlu sebagai tambahan.

Kebutuhan untuk memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan untuk memproduksinya oleh baktetri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh sekitar 2 sampai 3 jam. Ia juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya memuaskan. Tidak pula menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia.

Dengan kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai untuk menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor pengapungan udara dapat juga digunakan. Seperagi pada kultur bakteri, panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan fermentor haruslah dilengkapi dengan sistem pendingin.

Fermentasi ragi dapat beroperasi dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan cara yang disebut “adonan yang disuplai bahan nutrisi”. Pada adonan yang disuplai bahan nutrisi, makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara berangsur, yang jumlahnya cukup untuk kebutuhan tumbuh ragi. Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap waktu selalu rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat kering, dibandingkan dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang dihasilkan dengan sistem adonan. Sel yang dihasilkan dengan sistem adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara seperti halnya jika diproduksi dengan adonan biasa.

Meskipun kultur sistem adonan dan sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah digunakan dalam memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru  belakangan dapat dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat disesuaikan dengan operasi sistem kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai 16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem kontinyu.

Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk memproduksi protein sel tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi toleran terhadap lingkungan yang lebih asam, dengan pH berkisar antara 3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri. Akibatnya, proses ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada pH 4,0 sampai 4,5. ini karenakebanyakan bakteri pencemar tak dapat tumbuh dengan baik dalam media asam ini. Selain itu, diameter sel ragi adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri 0,0001 cm. Karena besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.

Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.

Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen kultur yang sedang tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar 1 kilogram berat kering sel.dan jika ditumbuhkan padahidrokarbon diperlukan sekitar dua kali lebih banya. Udara, yang disterilkan melalui suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui layar atau pipa yang  berlobang-lobang pada dasar wadah, atau engan pemasukan udara lewat roda berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan untuk mengkultur sel bakteri.

Protein sel tunggal pada ragi dapat dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam suasabersih tapi tak steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang tidak perlu steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan dengan cara mengalirkan melalui pertukaran panas, lalu dimasukkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemaran dilakkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrollan pencemarandilakukan dengan mengatur pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan besar populasi mikroba pencemar yang sedikit. Pada beberapa fermentasi ragi sistem kontinyu yang menggunakan hodrokarbon atau etanol sebagai substrat, perlu suasana steril sempurna, agar didapat hasil memuaskan dan bermutu.

Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan untuk tambahan pakan ternak dan konsumsi manusia, dibuat dari bahan mentah yang beraneka macam. Diantaranya adalah etanol, cairan limbah sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, danair dadih keju. Pure Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik protein tunggal dalam C. Ultis di Hutchinson, Minessota. Pabrik itu berkapasitas 6.800 ton setahun.

Pabrik itu dioperasikan dengan sistem kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber energi dan karbon digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat diproses untuk menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasasekitar 0,7 metrik ton ragi kering untuk tiap metrik ton etanol yang terpakai. Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen.

Pabrik berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa juga menghasilkan C. Ultis dari cairan limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang mengandung campuran gula, dibubuhi kapur. Lalu dididihkan secara terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan senyawa sulfur lain yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam suasana bersih tapi tak perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk diambil dengan sentrifugal, lalu dicuci dan dikeringkan.

Dari cairan sulfit dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak, tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang diberlakukan. Dengan menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap 2 ton guladalam cairan itu.
  • Kapang dan jamur tinggi

Contoh :
  • Spirulina platensis adalah alga hijau biru yang kaya protein, vitamin, mineral dan nutrient lainnya. Dalam keadaan kering mengandung protein 55-75%, tergantung pada sumbernya. Protein ini terdiri dari asam amino-asam amino seperti methionin, sistein, lysin, jika dibandingkan dengan protein yang berasal dari telur dan susu. Alga ini juga kaya gamma-linolenic (GLA), dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA), linolenicacid (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), and arachidonic acid (AA). Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E.. Selain hal-hal tersebut di atas juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, manganese, fosfor, selenium, sodium, dan seng.

Spirulina platensis ini dapat dimakan, secara alamiah dapat di air tawar sampai alkalin (payau) di danau-danau atau kolam. Produksi S. platensis dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan dan pengobatan 5. Seperti Chlorella, S. platensis adalah makanan yang mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang tinggi, dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai banyak fungsi, sebagai suplemen atau makanan pelengkap. S. Platensis ini telah digunakan oleh penduduk Afrika sebagai sumber makanan tradisionil. Di Amerika Utara telah digunakan sebagai suplemen makanan. Sebuah studi menyebutkan bahwa S. platensis memungkinkan membantu sistem imun dalam melawan infeksi. Spirulina. platensis dapat diperoleh dalam bentuk tablet, atau bubuk, kadang ditemukan sebagai kombinasi dengan Chlorella. Efek samping dari konsumsi yang terkontaminasi dapat berupa diare, pusing dan muntah.

Saat ini jenis ganggang yang banyak diteliti untuk produksi Protein Sel Tunggal (PST) adalah jenis Spirulina baik S. platensis maupun S. fusiformis. Ganggang ini memiliki ukuran lebih besar dari Chlorella, sehingga lebih mudah dipanen dengan menggunakan penyaringan. Di India S. platensis telah berhasil ditumbuhkan dalam media limbah domestik dan kemudian dijadikan pakan ikan dan binatang lain yang pada gilirannya menjadi sumber protein bagi manusia. Institut Petrole du Fance di Meksiko membudidayakan S. platensis secara besar-besaran pada media limbah industri soda. Unit budidaya ganggang ini menghasilkan 1 - 5 ton ganggang kering/hari.
  • Mikroalgae adalah jasad renik yang termasuk tumbuhan bersel tunggal. berkembang-biak sangat cepat dengan daur hidup relatif pendek. Mikroalgae dapat bersaing dengan produk pertanian dalam mengatasi kebutuhan lahan yang semakin terbalas. Lahan produksi mikroalgae lebih kecil daripada tanaman tinggi dan biomassa yang dihasilkan per satuan waktu lebih banyak. karena daur hidup mikroalgae singkat. Misalnya Chlarella pyrenoidosa, dengan perlakuan khusus (38-40 ºC, 32,3 klux), mempunyai konstanta pertumbuhan k = 14. artinya dalam sehari setiap sel sudah menjadi 2 sel kali 14 = 28 sel. Lahan tidak subur dapat dimanfaatkan untuk produksi jasad renik tersebut, asalkan sumber air dan matahari cukup.

Dimasa mendatang mikroalgae mungkin dapat dimanfaatkan sebagal alternatif pangan atau makanan tambahan. Bila dibandingkan dengan sumber bahan makanan lain, komposisi biokimia beberapa jenis mikroalgae mungkin dapat bersaing dengan tepung kedelai.

Tabel 1. Perbandingan komposisi biokimia mikroalgae dengan bahan lain
Mikroalgae dapat diandalkan sebagai sumber protein karena mengandung asam-asam amino cukup lengkap. Tidak hanya sebagai sumber pro-tein sel tunggal (single cell protein), bahan makanan dari mikroalgae kualitasnya lebih baik dari bahan protein nabati, karena mengandung hampir semua vitamin. Kandungan vitamin dari beberapa mikroalgae dan hati sapi serta bayam disajikan pada Tabel 3. Alga hijau (ChIorophyceae) seperti Chlo-rella pyrenoidosa dan Scenedesmus serta ganggang biru (Cyanobakteria) Spirulina adalah sumber protein sel tunggal yang baik. Bila diproses dengan baik, dapat dicernadengan baik oleh mamalia dan nilainya lebih tinggi dari protein nabati, yaitu sebesar 80% casein makanan dari ganggang hijau dan biru tersebut gizinya lebih baik dari sayuran hijau karena mengandung vitamin B12. Sayuran hijau biasanya tidak mengandung vitamin B12. Vi-tamin ini sebenarnya juga tidak disintesa oleh alga hijau. Alga tersebut menyerap vitamin B12 yang dikeluarkan oleh bakteri di perairan. Spirulina termasuk ganggang biru atau cyanobakteri, sifat-sifatnya lebih mendekati bakteri dan dapat mensintesa vitamin B12. Spirulina adalah protein sel tunggal yang baik dan sangat baik sebagai sumber vitamin B12. "Sun Chlorella" adalah salah satu produk yang telah dipasarkan ke manca negara dan dikonsumsi sebagai makanan kesehatan.

Mikroalgae mungkin dapat dicampur dengan makanan pokok seperti beras, jagung dan biji-bijian dan dapat menambah nilai nutrisi biji-bijian tersebut. Misalnya beras dengan protein 5% dan 'protein efficiency ratio (PER)' 2,05/ bila dicampur dengan Scenedesmus 1 : 1, kandungan protein meningkat menjadi 9.3% dan PER menjadi 2.46, mendekati standar PER untuk casein sebesar 2,50.

Sebagai makanan suplemen, mikroalgae memang sangat baik dalam perbaikan gizi, namun jumlahnya harus dibatasi karena mikroalgae mengandung asam nukleat yang berbahaya untuk kesehatan. Sistim enzim pada manusia tidak dapat melakukan metabolisme untuk ikatan purin dari asam nukleat, sehingga asam urat tidak dapat diuraikan lebih lanjut. Penambahan asam nukleat yang terlalu banyak (RNA dan DNA) mengakibatkan peningkatan asam urat dalam serum darah, kemudian akan terjadi batu ginjal, nephropathy dan komplikasi yang lain. Sebagai 'protein sel tunggal' (single cell protein atau SCP), dan dari persentase asam nukleatnya. mikroalgae (6%) masih lebih baik dibandingkan dengan yeast (8 - 12%) atau bakteri (20%).

Mikroalgae mungkin lebih baik digunakan sebagai sumber protein yang murah untuk pakan ayam penganti kedele. Uji pakan terhadap unggas menunjukkan bahwa 25 % kedele atau 7,5 % dari 22 % protein dalam ransum pakan dapat digantikan dengan Chlo-rella, Scenedesmus, Euglena, Spirulina atau mikroalgae darat lainnya. Feed conversion ratio pada beberapa percobaan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol yang menggunakan sumber protein dari kedele. Mikroalgae tersebut langsung diberikan kepada unggas dalam campuran pakan unggas tanpa diolah.

Sumber :


Panggabean, Lily M. G. 1998. MIKROALGAE : ALTERNATE PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI DIMASA MENDATANG. Oseana, Volume XXIII, Nomor 1, 1998 :19 – 26

Susanna, Dewi; Zakianis; Ema Hermawati; Haryo Kuntoro. 2007. Adi PEMANFAATAN Spirulina platensis SEBAGAI SUPLEMEN PROTEIN SEL TUNGGAL (PST) MENCIT (Mus musculus). MAKARA, KESEHATAN, VOL. 11, NO. 1, JUNI 2007: 44-49

Cari

Copyright Text