Aplikasi Taksonomi Numerik secara Fenetik dalam Kegiatan Klasifikasi Mikroba

Klasifikasi dan identifikasi adalah dua hal yang memiliki perbedaan, namun pada dasarnya saling berhubungan dalam taksonomi. Klasifikasi dapat diidentifikasikan sebagai penyusunan suatu organisme kedalam suatu kelompok taksonomi (taksa) berdasarkan persamaan atau hubungan. Klasifikasi organisme prokariota seperti bakteri memerlukan pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan juga teknik observasi, sifat biokimia, fisiologi, genetik dan morfologi yang penting untuk menggambarkan sebuah takson. Mikroorganisme merupakan suatu kelompok organisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan alat bantu untuk dapat melihatnya, misalnya mikroskop, lup, dan lain-lain. Mikroorganisme memiliki cakupan yang sangat luas dan terdiri dari berbagai kelompok dan jenis sehingga diperlukan suatu cara pengelompokan atau pengklasifikasian (Sembiring, 2003).
Klasifikasi dan identifikasi mikroorganisme haruslah diketahui terlebih dahulu karakteristik atau ciri-ciri mikroorganisme. Oleh karena ukurannya yang sangat kecil, tidaklah mungkin untuk mempelajari 1 mikroorganisme saja, sehingga yang dipelajari adalah karakteristik suatu biakan yang merupakan populasi dari suatu mikroorganisme (Loy, 1994).
Taksonomi merupakan suatu langkah dalam pengelompokan jasad hidup di dalam kelompok atau takson yang sesuai. Pertama kali, pengelompokan ini hanya dilakukan dalam lingkungan tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun ternyata bahwa untuk mikroba pun dapat digunakan. Dari segi mikrobiologi sendiri, dunia mikroba terbagi menjadi dua kelompok besar, dimana pembagian ini berdasarkan kepada ada tidaknya inti, baik yang sudah terdiferensiasi ataupun yang belum, yaitu: penyusunan urutan DNA telah menjadi prosedur rutin di laboratorium dan perbandingan susunan DNA diantara beragam gen yang mana dapat menggambarkan hubungan perbedaan susunan DNA diantara gen-gen yang tersebar secara cepat, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan untuk masing-masing individu (Felsenstein, 1981; Nei dan Kumar, 2000).
Menurut Boone & Castenholz (2001) taksonomi numerik merupakan pengelompokkan suatu unit taksonomi dengan metode numerik ke dalam taksa tertentu berdasarkan atas karakter yang dimiliki, dimana taksonomi numerik memiliki tujuan utama yaitu untuk menghasilkan suatu klasifikasi yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi. Taksonomi numerik ini berdasarkan atas lima prinsip utama, yaitu taksonomi yang ideal yang merupakan taksonomi yang mengandung informasi terbesar, dimana masing-masing karakter diberi nilai yang setara dalam mengkonstruksikan takson yang bersifat alami, tingkat kedekatan antara dua strain merupakan fungsi proporsi similaritas sifat yang dimiliki bersama, taksa yang berbeda dibentuk berdasarkan atas sifat yang dimiliki, dan similaritas tidak bersifat filogenetis melainkan bersifat fenetis (Boone & Castenholz, 2001).
Taksonomi numerik diawali dengan analisis karakter yang diuji dengan berbagai uji, antara lain uji morfologi, fisiologi dan sifat biokimiawi yang menghasilkan data fenotip yang beragam, data fenotip yang didapat, akan diolah lebih lanjut sehingga menghasilkan koefisien similaritas, yaitu sebuah fungsi yang mengukur tingkat kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih stain mikroba yang dibandingkan, yang diperoleh dari karakter yang dibandingkan antar dua atau lebih strain mikroba. Koefisien ini terdiri atas dua jenis yaitu, Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). SSM merupakan koefisien similaritas yang umum digunakan pada ilmu bakteriologi untuk mengukur proporsi karakter yang sesuai, baik hubungannya bersifat ada (positif) maupun tidak ada (negatif). Sedangkan SJ dihitung, tanpa memperhitungkan karakter yang tidak dimiliki oleh kedua organisme tersebut (Edwards, dan Cavalli, 1964).
Fenetik merupakan suatu studi klasifikasi berbagai macam organisme berdasarkan kesamaan atau kemiripan morfologi dan sifat lainnya yang bisa diobservasi tidak tergantung pada asal evolusi organisme bersangkutan. Jadi dalam studi ini, lebih ditekankan adanya proses konvergensi evolusi. Taksonomi fenetik merupakan suatu sistem klasifikasi mikroba tanpa mempertimbangkan sifat evolusioner. Pengukuran kekerabatan berdasarkan sifat fenotip dan genotip, misalnya penentuan sifat biokimia, morfologi, fisiologi, kimiawi dan pembedaan DNA. Aplikasinya dalam kontruksi klasifikasi biologis memungkinkan terwujudnya sirkumskripsi takson berdasarkan prinsip yang objektif, bukan klasifikasi yang bersifat subjektif. Salah satu cara yang paling mudah dalam membandingkan Operational Taxonomical Unit (OTU) adalah dengan mencari jumlah karakter yang identik diantara masing-masing individu yang disebut sebagai koefisien asosiasi (Stanier, dkk., 1982).
Klasifikasi bakteri didasarkan sebagian pada sifat-sifat morfologi, dan sifat-sifat fisiologinya termasuk imunologi. Pada dasarnya bakteri ketika di bawah mikroskop menunjukkan bentuk morfologi yang sama, namun sifat-sifat fisiologi mereka berlainan antara yang satu dengan yang lain. Ada beberapa golongan bakteri yang sama bentuknya, namun yang satu dapat mencerna asam amino tertentu, sedangkan yang lainnya tidak. Ada pula suatu golongan yang dapat menyebabkan suatu penyakit, sedang golongan yang lain tidak, sehingga dari karakter tersebut bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat morfologi (Harly, 2005).
Untuk dapat menggolongkan mikroorganisme, maka perlu dikatahui ciri utama dari seuatu mikroorganisme, yaitu sebagai berikut:
1.      Morfologi
Mikroba pada umumnya sangat kecil, ukurannya dinyatakan dalam mikrometer (µm) (1 µm = 0,001 mm).  Oleh karena ukurannya yang kecil, maka diperlukan mikroskop untuk melihat mikroba. Mikroskop yang digunakan tergantung pada kecermatan yang diinginkan oleh peneliti.
2.      Sifat Kimiawi
Sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Bila sel mikroba diberi perlakuan kimiawi, maka sel ini memperlihatkan susunan kimiawi yang spesifik. Sebagai contoh, bakteri Gram negatif memiliki lipopolisakarida dalam dinding selnya, Sedangkan bakteri Gram positif tidak. Sebaliknya pada banyak bakteri Gram positif terdapat asam tekoat. Bahan kimia ini tidak ditemukan pada gram negatif.
3.      Sifat Biakan
Zat hara yang diperlukan oleh setiap mikroorganisme berbeda, ada mikroorganisme yang hanya dapat hidup dan tumbuh bila diberikan zat hara yang kompleks (serum, darah). Sebaliknya ada pula yang hanya memerlukan bahan inorganik saja atau bahan organik (asam amino, karbohidrat, purin, pirimidin, vitamin, koenzim) selain itu beberapa mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada sel hidup, berupa inang, telur, bertunas, biakan jaringan.
4.      Sifat Metabolisme
Proses kehidupan dalam sel merupakan suatu rentetan reaksi kimiawi yang disebut metabolisme. Berbagai macam reaksi yang terjadi dalam metabolisme dapat digunakan untuk mencirikan mikroorganisme.
5.      Sifat Antigenik
Bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh, akan terbentuk antibodi yang mengikat antigen. Antigen merupakan bahan kimia tertentu dari sel mikroba. Antibodi ini bersifat sangat spesifik terhadap antigen yang menginduksinya. Oleh karena mikroorganisme memiliki antigen yang berbeda, maka antibodi dapat digunakan untuk mencirikan (rapid indentification) mikroorganisme. Reaksi ini sangat sepesifik sehingga dapat disebut sebagai lock and key system.
6.      Sifat Genetik
DNA kromosomal mikroorganisme memiliki bagian yang konstan dan spesifik bagi mikroorganisme tersebut sehingga dapat digunakan untuk pencirian mikroorganisme.
7.      Patogenitas
Mikroba dapat menimbulkan penyakit, kemampuannya untuk menimbulkan penyakit merupakan ciri khas mikroorganisme tersebut selain itu terdapat pula bakteri yang memakan bakteri lainnya dan virus yang menginfesi dan menghancurkan bakteri.
8.      Sifat Ekologi
Habitat merupakan sifat yang mencirikan mikroorganisme. Mikroorganisme yang hidup di lautan berbeda dengan air tawar. Mikroorganisme yang terdapat dalam rongga mulut berbeda dengan saluran pencernaan.
Taksonomi numerik diawali dengan analisis karakter yang diuji dengan berbagai uji, antara lain uji morfologi, fisiologi dan sifat biokimiawi yang menghasilkan data fenotip yang beragam, data fenotip yang didapat, akan diolah lebih lanjut sehingga menghasilkan koefisien similaritas, yaitu sebuah fungsi yang mengukur tingkat kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih stain mikroba yang dibandingkan, yang diperoleh dari karakter yang dibandingkan antar dua atau lebih strain mikroba (Priest dan Austin, 1993).
Koefisien ini terdiri atas dua jenis yaitu, Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). SSM merupakan koefisien similaritas yang umum digunakan pada ilmu bakteriologi untuk mengukur proporsi karakter yang sesuai, baik hubungannya bersifat ada (positif) maupun tidak ada (negatif). Sedangkan SJ dihitung tanpa memperhitungkan karakter yang tidak dimiliki oleh kedua organisme tersebut (Felsenstein, 2004).
Koefisien Kesamaan dapat dinyatakan dalam derajat kesamaan atau perbedaan. Derajat perbedaan sangat berguna karena menunjukkan seberapa banyak organisme yang diteliti yang memiliki karakter berbeda dengan organisme lain. Dengan mengetahui koefisien kesamaan dapat disusun Cluster dari organisme yang serupa. Beberapa metode utuk menentukan derajat kesamaan adalah Cluster analysis, Phenogram/dendrogram, Ordination methods, dan Similarity Matrix.

            Setelah diketahui derajat kesamaannya, maka nama mikroorganisme tersebut dapat diketahui. Dengan otomatis dapat langsung diketahui informasi yang lengkap tentang mikroba tersebut yang selanjutnya sangat penting dalam keberlangsungan penelitian yang akan dilakukan. 

Cari

Copyright Text