Di Indonesia, ikan lele memiliki beberapa nama daerah, antara
lain : ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah). Di negara lain dikenal nama mali (Afrika), plamond (Thailand),
ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilanka), dalam bahasa Inggris disebut
catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish.
Karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, ikan lele telah
lama dibudidayakan oleh para petani Indonesia. Budidaya ikan lele ini
banyak dipilih pula karena keuntungan dan kemudahan budidaya dibandingkan
misalnya dengan ternak kelinci. Pada awalnya, jenis ikan lele
yang dibudidayakan adalah jenis ikan lele lokal, namun pada tahun 1985 mulai
diperkenalkan jenisikan lele dumbo yang diintroduksi atau
didatangkan dari Taiwan.
Dalam waktu yang relatif cepat, lele dumbo banyak diminati
untuk dibudidayakan, hal ini karena pada saat itu jenis lele dumbo
memiliki keunggulan yang tidak dimiliki jenis ikan lele lokal :
- Lele
dumbo dapat dibudidayakan pada lahan dengan luas yang terbatas ;
- Lele
dumbo memiliki kemampuan hidup dan berkembang dengan baik meskipun
dipelihara dengan kepadatan tinggi ;
- Jenis
lele ini tidak mengalami kesulitan jika budidaya dilakukan dengan sumber
air yang minim karena tidak membutuhkan pergantian air secara rutin ;
- Teknologi
budidaya mudah dipelajari dan diaplikasikan, meskipun oleh orang awam
sekalipun ;
- Modal
usaha relatif rendah karena dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia ;
- Pemasaran
benih maupun ikan lele untuk ukuran konsumsi relatif mudah.
Budidaya lele dumbo semenjak saat itu menjadi primadona,
namun memasuki era tahun 2000-an terjadi penurunan kualitas. Penurunan
ini akibat kurangnya pengawasan dari sisi biologi. Pengawasan terhadap
konsistensi dalam mempertahankan kualitas induk dan benih secara genetik tidak
dilakukan secara ketat, salah satunya adalah seringnya dilakukan inbreeding atau
perkawinan sekerabat antar induk lele yang masih dalam satu keturunan.
Penurunan kualitas dapat diamati dari karakter pertama ikan
lele tersebut. beberapa indikator menunjukkan rendahnya laju pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup benih yang pada akhirnya produksi lele dumbo
menjadi tidak optimal.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka Balai Budidaya Air
Tawar (BBAT) Sukabumi, yang sekarang menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBPBAT), melakukan usaha perbaikan mutu genetik. Prinsip yang
dilakukan adalah melakukan silang balik terhadap induk lele dumbo yang ada di
Indonesia. Jenis baru ini pada tahun 2004 diperkenalkan dengan nama“Lele
Sangkuriang”.
Semenjak diluncurkan tahun 2004 hingga sekarang, budidaya
lele Sangkuriang ini pun telah menyebar luas ke seluruh Indonesia. Bila
anda saat ini sedang menikmati pecel lele, mungkin jenis lele yang
sedang anda konsumsi sudah dari jenis lele sangkuriang.
Budidaya yang banyak dilakukan di Indonesia pada umumnya
adalah Pembenihan, Pendederan dan Pembesaran atau
gabungan ketiga-nya. Pada tulisan kali ini, kita akan membahas garis
besar teknik budidaya Pembesaran ikan lele, tentunya ya dengan
aplikasi pola HCS.
Tahap Pembesaran ini rata-rata
dimulai sejak umur lele di Pendederan 14 – 21 hari, kurang lebih berukuran
panjang antara 5 – 12 cm.
Syarat Tumbuh dan Pemilihan Lokasi
Ikan lele termasuk jenis ikan yang tidak ribet dalam
pilih-pilih lokasi dan kondisi. Budidaya dapat dilakukan hampir di tiap
tempat dengan kondisi dan lokasi yang beragam.
Budidaya ikan lele bisa dilakukan pada ketinggian mulai 1 –
800 meter dpl (di atas permukaan laut) dan tidak memerlukan persyaratan lokasi,
baik tanah maupun air yang spesifik.
Sumber :