UKD IV Mikrobiologi Industri


  •       Pupuk hayati didefinisikan sebagai substansi yang berisi mikroorganisme pemacu pertumbuhan dengan meningkatkan ketersediaan hara utama bagi tumbuhan (Vassey 2003). Penggunaan pupuk hayati menjadi sebuah terobosan penting pada bidang pertanian di saat harga pupuk anorganik yang tinggi dan degradasi lahan terus meningkat. Pengertian di atas memberikan gambaran bahwa pupuk hayati pada dasarnya adalah untuk membantu tanaman dalam penyediaan dan proses serapan hara. Prinsip kerja pupuk hayati adalah menghasilkan ketersediaan unsur-unsur hara penting yang diperlukan oleh tanaman atau menghasilkan senyawa senyawa metabolik yang berperan sebagai enzim atau fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Hindersah & Simarmata 2004).

Pupuk hayati mempunyai dua implikasi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu implikasi secara langsung dan tidak langsung. Implikasi secara langsung terhadap tanaman adalah bahwa pupuk hayati membantu tumbuhan dalam memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, memproduksi hormon pertumbuhan seperti auksin, giberelin, dan sitokinin yang dapat memacu setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sedangkan implikasi secara tidak langsung adalah peranannya dalam memproduksi antibiotik, menginduksi sistem pertahanan, mensintesis senyawa metabolik anti jamur, memproduksi enzim yang dapat melisis dinding sel cendawan serta berkompetisi dengan bakteri patogen lainnya di daerah perakaran (Glick et al. 1999)
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Penambatan N2 secara simbiotis dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik.
  • Pupuk mikrobiologis bukanlah pupuk biasa yang secara langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi ke dalam tanah. Pupuk mikrobiologis menambahkan nutrisi melalui proses alami, yaitu fiksasi nitrogen atmosfer, menjadikan fosfor bahan yang terlarut, dan merangsang pertumbuhan tanaman melalui sintesis zat-zat yang mendukung pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme dalam pupuk mikrobiologis mengembalikan siklus nutrisi alami tanah dan membentuk material organik tanah. Melalui penggunaan pupuk mikrobiologis, tanaman yang sehat dapat ditumbuhkan sambil meningkatkan keberlanjutan dan kesehatan tanah.
  •  Sistem Continue

Pada sistem kontinyu, media selalu ditambahkan dari luar dan hasilnya dipanen secara berkala. Sistem ini cocok digunakan pada produksi besar (dalam skala industri) agar lebih efisien. Sistem ini tidak cocok digunakan untuk produksi kecil (skala laboratorium). Seperti pada produksi etanol dengan teknik immobilisasi sel Fermentasi kontinyu dijalankan dengan menggunakan reaktor sistem packed-bed dengandiameter bead K-Karaginan 2 mm. Karekteristik packed-bed reaktor diberikan pada tabel 1. Sebelum digunakan, bioreaktor disterilisasi menggunakan etil alkohol dan kemudian diisi dengan beadK-karaginan. Molases substrat diumpankan dari bagian bawah fermentor secara kontinyu denganpompa peristaltik (Masterflex – Cole Palmer) melalui tubing silikon. Larutan Effluent overflow darititik keluaran di bagian atas fermentor. Untuk mencegah agar bead tidak terikut keluar, bead di tahandengan penahan berbentuk penyaring. Dillution rate sebesar 1,2 jam-1 selama proses fermentasi dansampel diambil untuk dianalisa setelah steady-state tercapai.

Sistem Batch

Pada sistem ini tidak ada penambahan media dan pemanenan hasil pada akhir periode fermentasi, sehingga hanya dapat bertahan selama beberapa jam atau hari. Sistem ini cocok untuk produksi skala kecil (skala laboratorium). Perbedaan penggunaan kedua metode tersebut akan menyebabkan perbedaan recovery, kemurnian, kualitas, dan sterilisasi pengemasan produk akhir.

Sistem fed-batch

Sistem ini adalah suatu sistem yang menambahkan media barn secara teratur pada kultur tertutup, tanpa mengetuarkan cairan kultur yang ada di dalam fermentor sehingga volume kultur makin lama makin bertambah. Keuntungan sistem fed-batch mi ialah konsentrasi sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada tingkat yang sangat rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi substrat. Stanbury dan Whitaker 1984 juga menyebutkan istilah kultur fed-batch untuk menggambarkan kultur batch yang pemasokan substratnya dilakukan secara kontinu atau bertahap tanpa pengeluaran cairan kultur. Volume kultur bertambah sesuai dengan perubahan waktu. Proses mi juga dapat menghindarkan efek toksik dan komponen media.  Proses fed-batch ini telah diterapkan secara luas dalam berbagai industri fermentasi dan relatif lebih mudah digunakan untuk perbaikan proses batch dibandingkan dengan proses kontinu . Dengan melihat berbagai keuntungan penggunaan dekstranase maka pengembangan teknik fermentasi enzim untuk korespondensi mutlak diperlukan. Dengan teknik fermentasi yang baik dan tepat akan membantu produksi mikroba secara optimum.
  • Pencarian Antibiotika

Bahan antibiotik yang sudah diketahui, lebih dari 8.000 , dan beberapa ratus antibiotika ditemukan dalam beberapa tahun. Dan sejumlah peneliti mempercayai bahwa berbagai antibiotika baru dapat ditemukan lagi jika penelitian dilakukan terhadap kelompok mikroorganisme selain Streptomyces, Penicillium, dan Bacillus. Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme penghasil-antibiotika, dengan teknik rekayasa genetika memungkinkan pembuatan antibiotika baru. Cara utama dalam menemukan antibiotika baru yaitu melalui ‘screening’. Dengan pendekatan tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme penghasil-antibiotika yang diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk produksi antibiotika dengan bahan yang “diffusible” , yang menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Bakteri yang digunakan untuk pengujian, dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen. Prosedur pengujian mikroorganisme untuk produksi antibiotika adalah metode goressilang, pertamakali digunakan oleh Fleming. Dengan program pemisahan arus, ahli mikrobiologi dapat dengan cepat mengidentifikasi, apakah antibiotika yang dihasilkan termasuk baru atau tidak. Sekali ditemukan organisme penghasil antibiotika baru, antibiotika dihasilkan dalam sejumlah besar, dimurnikan, dan diuji toksisitas dan aktivitas terapeutiknya kepada hewan yang terinfeksi. Sebagian besar antibiotika baru gagal menyembuhkan hewan uji, dan sejumlah kecil dapat berhasil dengan baik. Akhirnya, sejumlah antibiotika baru ini sering digunakan dalam pengobatan dan dihasilkan secara komersial.

Tahap-tahap Menuju Produksi Komersial

Suatu antibiotika yang dihasilkan secara komersial, pada awalnya harus berhasil diproduksi pada fermentor industri berskala-besar. Salah satu gugus-tugas 392 penting adalah pengembangan efisiensi metode pemurnian. Metode elaborasi (yang terperinci) sangat penting dalam ekstraksi dan pemunian antibiotika, karena jumlah antibiotika yang terdapat dalam cairan fermentasi hanya sedikit.

Jika antibiotika larut dalam pelarut organik yang tidak dapat bercampur dengan air, maka pemurniannya relatif lebih mudah, karena memungkinkan untuk mengekstraksi antibiotika ke dalam suatu pelarut bervolume kecil, sehingga lebih mudah mengumpulkan antibiotika tersebut. Jika antibiotika tidak larut dalam 393 pelarut, selanjutnya harus dipindahkan dari cairan fermentasi melalui adsorpsi, pertukaran ion, atau presipitasi secara kimia.

Pada semua kasus, tujuannya untuk memperoleh produk kristalin yang sangat murni, meskipun sejumlah antibiotika tidak mudah terkristalisasi dan sulit dimurnikan. Masalah yang berhubungan adalah, kultur sering menghasilkan produk akhir lain, termasuk antibiotika lain, dalam hal ini penting mengakhiri proses dengan suatu produk yang hanya terdiri dari antibiotik tunggal. Pemurnian secara kimia mungkin dibutuhkan untuk mengembangkan metode dalam rangka menghilangkan produk sampingan yang tidak diharapkan, tetapi dalam beberapa kasus hal tersebut penting untuk ahli mikrobiologi untuk menemukan strain yang tidak menghasilkan senyawa kimia dan tidak diharapkan.

Cari

Copyright Text