Glycolysis: sederetan
reaksi kimia yg berlangsung dl sel untuk mengubah glikogen menjadi asam piruvat.
Siklus asam
trikarboksilat (Kreb’s cycle): serentetan reaksi kimia yg membentuk satu
siklus, dimana dl reaksi ini asam piruvat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O.
PEMBENTUKAN ATP
- ATP + H2Oà ADP + H3PO4 +12.000 Cal
- Fosfokreatin + ADP à Kreatin + ATP
- Glukosa + 2 ATP à 2 As. Laktat + 4 ATP (Anaerob)
- Glukosa + 2 ATP 6 CO2 + 6 H2O + 40 ATP (Aerob)
ANAEROB
–
Glikogen: 3 ATP, krn 1 ATP unt
katabolisme Glikogen
–
Glukosa: 2 ATP, krn 2 ATP unt
katabolisme Glukosa
AEROB
–
Glikogen: 39 ATP, krn 1 ATP unt
katabolisme Glikogen
–
Glukosa: 38 ATP, krn 2 ATP unt
katabolisme Glukosa
Faktor fisiologis yg
mempengaruhi kekuatan otot:
· USIA
–
Sampai usia 12 th kekuatan otot pria
& wanita sama
–
Usia pubertas peningkatan kekuatan otot
wanita lebih sedikit
–
Usia 20 – 30 th kekuatan otot 65-75%
–
Penurunan kekuatan otot terjadi setelah
usia 65 th
· JENIS KELAMIN
–
Kekuatan otot wanita 2/3 dari otot pria
–
Otot fleksor dan ektensor panggul wanita
kekuatannya 80% dari otot pria
–
Otot fleksor dan ektensor lengan wanita
kekuatannya 55% dari otot pria
· SUHU OTOT
–
Kontraksi lebih kuat jika suhu otot
lebih tinggi drpd suhu tubuh normal
–
Melalui pemanasan (warming up) reaksi
kimia untuk kontraksi-relaksasi lebih cepat
Mekanisme Kontraksi
Otot
Setelah struktur otot
dan komponen-komponen penyusunnya ditinjau, mekanisme atau interaksi antar
komponen komponen itu akan dapat menjelaskan proses kontraksi otot.
- Filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi
Menurut fakta, kita
telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek
daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata -rata
sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini
dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada
saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak
berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung
daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama
besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley dan R.Niedergerke
pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (filament sliding). Model
ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu proses yang
membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar sesamanya.
- Aktin merangsang Aktivitas ATPase Miosin
Model pergeseran
filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya
kontraktil. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kompleks
bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang
cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam
larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas
miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih
tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika
kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per
detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase
miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Secara paradoks, adanya aktin
(dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP miosin menjadi sekitar 10 per
detiknya. Karena aktin menyebabkan peningkatan atau pengaktifasian miosin
inilah, muncul sebutan aktin. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah
model hidrolisis ATP yang dimediasi/ditengahi oleh aktomiosin. Pada tahap
pertama, ATP terikat pada bagian miosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi
aktin dan miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan
denganATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi
terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin-ADP-Pi. Kompleks tersebut
yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang
merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi
tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga
kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin-Miosin yang siap untuk siklus
hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan
terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial
untuk kontraksi otot.
- Model untuk interaksi Aktin dan Miosin berdasar strukturnya
Rayment, Holden, dan
Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks rigor
terhadap kepala S1 miosin dan Faktin. Mereka mengamati kompleks tersebut
melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan
secara tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap sumbu
filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi kepala
S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang melibatkan
beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan asam
Glutamik dari aktin.
- Kepala-kepala Miosin “berjalan” sepanjang filamen-filamen aktin
Hidrolisis ATP dapat
dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan
jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka
model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross bridges itu harus berulangkali
terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang
filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap
struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment,
Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat
rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan
konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot.
Postulat ini selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus
kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul
dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka.
Sebagai akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua,
celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang
menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan
molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap
ketiga, kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang
posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin
sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya
celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan
itudisebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-daya
terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1 tadi
terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP
dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.
Pengaturan untuk Kontraksi
Otot
Gerakan otot lurik
tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang disebut impuls saraf motor.
- Ca2+ mengatur Kontraksi Otot dengan proses yang ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin
Sejak tahun 1940, ion
Kalsium diyakini turut berperan serta dalam pengaturan kontraksi otot.
Kemudian, sebelum 1960, Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+
ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin. Ia menunjukkan aktomiosin yang
diekstrak langsung dari otot (sehingga mengandung ikatan dengan troponin dan
tropomiosin) berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula.
Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan
sensitivitas sistem terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari
troponin, TnC, merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+.
- Impuls saraf melepaskan Ca2+ dari Retikulum Sarcoplasma
Sebuah impuls saraf
yang tiba pada sebuah persambungan neuromuskular (sambungan antara neuron dan
otot) akan dihantar langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem
tubula transversal/T. Tubula tersebut merupakan pembungkus-pembungkus semacam
saraf pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril
pada disk Z masing-masing. Semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal
untuk berkontraksi sehingga otot dapat
berkontraksi sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal elektrik itu dihantar (dengan
proses yang belum begitu dimengerti) menuju retikulum sarkoplasmik (SR). SR
merupakan suatu sistem dari vesicles (saluran yang mengandung air di dalamnya)
yang pipih, bersifat membran, dan berasal dari retikulum endoplasma. Sistem
tersebut membungkus tiap-tiap miofibril hampir seperti rajutan kain. Membran SR
yang secara normal non-permeabel terhadap Ca2+ itu mengandung sebuah
transmembran Ca2+ - ATPase yang memompa Ca2+ kedalam SR
untuk mempertahankan konsentrasi [Ca2+] bagi otot rileks. Kemampuan
SR untuk dapat menyimpan Ca2+ ditingkatkan lagi oleh adanya protein
yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin (memiliki situs lebih dari 40 untuk
berikatan dengan Ca2+). Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi
permeabel terhadap Ca2+. Akibatnya, Ca2+ berdifusi
melalui saluran-saluran Ca2+ khusus menuju interior miofibril, dan
konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah. Peningkatan konsentrasi
Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan konformasional dalam troponin dan
tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot terjadi dengan mekanisme “perahu dayung”
tadi. Saat rangsangan saraf berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel terhadap
Ca2+ sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar
menuju SR. Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.
Ujung ujung otot
melekat pada tulang dengan dua tipe perlekatan, yaitu origo dan insersio.
- Ujung otot (tendon) yang melekat pada tulang-tulang yang posisinya tetap atau sedikit bergerak saat otot berkontraksi disebut origo.
- Ujung otot (tendon) yang melekat pada tulang-tulang yang mengalami perubahan posisi saat otot berkontraksi disebut insersio.
Secara mikroskopis otot
lurik tampak tersusun atas garis-garis gelap dan terang. Penampakan tersebut
disebabkan adanya miofibril. Setiap miofibril tersusun atas satuan kontraktil
yang disebut sarkomer. Sarkomer dibatasi dua garis Z (perhatikan gambar).
Sarkomer mengandung dua jenis filamen protein tebal disebut miosin dan filamen
protein tipis disebut aktin. Kedua jenis filamen ini letaknya saling bertumpang
tindih sehingga sarkomer tampak sebagai gambaran garis gelap dan terang. Daerah
gelap pada sarkomer yang mengandung aktin dan miosin dinamakan pita A,
sedangkan daerah terang hanya mengandung aktin dinamakan zona H. Sementara itu,
di antara dua sarkomer terdapat daerah terang yang dinamakan pita I.
Ketika otot
berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling menggelincir satu sama
lain. Akibatnya zona H dan pita I memendek, sehingga sarkomer pun juga
memendek.
Dalam otot terdapat zat
yang sangat peka terhadap rangsang disebut asetilkolin. Otot yang terangsang
menyebabkan asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang pembentukan
aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat
pada tulang bergerak.
Jika otot dirangsang
berulang-ulang secara teratur dengan interval waktu yang cukup, otot akan
berelaksasi sempurna di antara 2 kontraksi. Namun jika jarak rangsang singkat,
otot tidak berelaksasi melainkan akan berkontraksi maksimum atau disebut tonus.
Jika otot terus-menerus berkontraksi, disebut tetanus.
Saat berkontraksi, otot
membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen diberikan oleh darah, sedangkan energi
diperoleh dari penguraian ATP (adenosin trifosfat) dan kreatinfosfat. ATP
terurai menjadi ADP (adenosin difosfat) + Energi. Selanjutnya, ADP terurai
menjadi AMP (adenosin monofosfat) + Energi. Kreatinfosfat terurai menjadi
kreatin + fosfat + energi. Energienergi ini semua digunakan untuk kontraksi
otot.
Pemecahan zat-zat akan
menghasilkan energi untuk kontraksi otot berlangsung dalam keadaan anaerob
sehingga fase kontraksi disebut juga fase anaerob.
Energi yang membentuk
ATP berasal dari penguraian gula otot atau glikogen yang tidak larut. Glikogen
dilarutkan menjadi laktasidogen (pembentuk asam laktat) dan diubah menjadi
glukosa (gula darah) + asam laktat. Glukosa akan dioksidasi menghasilkan energi
dan melepaskan CO2 dan H2O. Perhatikan skema di bawah.
Secara singkat proses
penguraian glikogen sebagai berikut. Proses penguraian glikogen terjadi pada
saat otot dalam keadaan relaksasi. Pada saat relaksasi diperlukan oksigen
sehingga disebut fase aerob.
Asam laktat atau asam
susu merupakan hasil samping penguraian laktasidogen. Penimbunan asam laktat di
dalam otot dapat mengakibatkan pegal dan linu atau menyebabkan kelelahan otot.
Penguraian asam laktat memerlukan banyak oksigen.
Sumber :